2.5/5
Adventure
Based on an Urban Legend
Comedy
Film Lebaran
Franchise
Horror
Indonesia
Mythology
Reboot
sequel
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Jailangkung 2
Tampaknya sulit untuk mengalahkan genre horor dalam mendulang penonton. Apapun momennya, kapan pun dirilis, tetap saja lebih mudah menarik perhatian penonton dibanding genre lain dengan dukungan bintang-bintang ternama sekalipun. Tak terkecuali di momen Hari Raya Lebaran yang mana tahun 2017 lalu dimenangkan oleh franchise horor baru rilisan Screenplay Films-Legacy Pictures, Jailangkung dengan angka 2.550.271. Lebaran tahun ini pun mereka tak mau menyia-nyiakan momen keberuntungan mereka dengan menghadirkan sekuelnya, Jailangkung 2 di bawah bendera baru, Sky Media (bentukan Sukdev Singh dari Screenplay Films khusus untuk produksi film horor). Duo Rizal Mantovani-Jose Poernomo kembali dipercaya sebagai sutradara, begitu juga penulis naskah Baskoro Adi Wuryanto yang kali ini dibantu oleh Ve Handoyo (trilogi Kuntilanak). Lini utama cast masih diisi Jefri Nichol, Amanda Rawles, Hannah Al Rashid, Lukman Sardi, dan Gabriella Quinlyn, dengan penambahan cast baru Naufal Samudra yang menandai debut layar lebarnya, aktor senior Almarhum Deddy Sutomo, serta Ratna Riantiarno. Jailangkung 2 menjanjikan petualangan yang lebih jauh tentang legenda Matianak yang dikisahkan menjadi sosok jahat utama dari installment pertama.
Paska kejadian di Jailangkung, keluarga Ferdi memilih untuk melanjutkan hidup dan tinggal di rumah yang baru. Meski demikian Bella masih menaruh curiga terhadap perilaku sang kakak, Angel, yang tiba-tiba melahirkan bayi tanpa perlu menghabiskan 9 bulan untuk menganadung. Tak mau tinggal diam, Bella masih terus mencari tahu tentang sosok Matianak yang pernah merongrong kehidupan keluarganya dengan dibantu oleh Rama. Investigasi mereka sampai pada sebuah mustika yang dipercaya dapat menangkal kekuatan sang Matianak. Menurut legenda, mustika tersebut turut tenggelam bersama kapal Ourang Medan di sekitar Malaka. Maka Bella, Rama, dan dibantu teman baru mereka yang rupanya tahu banyak tentang mustika tersebut, Bram, memutuskan menyelam di lokasi bekas kapal Ourang Medan untuk mengambil mustika tersebut sebelum Matianak semakin kuat menguasai keluarga Bella. Sementara itu Tasya meniru rekaman video sang ayah memainkan jailangkung yang membuatnya menghilang ke dimensi lain. Ferdi berinisiatif mencarinya sendiri dengan bantuan seorang paranormal bernama Bu Suwito.
Di atas kertas konsep yang ditawarkan Jailangkung 2 terdengar begitu mernarik. Mengembangkan kisah Matianak dengan legenda kapal Ourang Medan yang memang benar-benar ada dan peristiwa tenggelamnya masih diliputi misteri hingga saat ini. Begitu juga konsep dimensi lain a la Insidious tapi dengan desain budaya kerajaan kuno Nusantara. Namun eksekusi yang dilakukan Rizal dan Jose tampak tak sebanding dengan visi maupun konsep yang digagas. Nanti dulu mempertanyakan tingkat keseraman yang sebenarnya tergantung selera masing-masing penonton. Jika Anda mendapati banyak sekali ketimpangan logika (atau hal-hal menggelikan lainnya) di Jailangkung pertama, maka Anda akan menemukan lebih banyak dan bahkan lebih terlihat jelas di sini. Ketika saya berusaha mengabaikan kebodohan dan kejanggalan di sana-sini, saya masih tidak bisa memungkiri bahwa apa yang dihadirkan di layar hanya sekedar menjalankan kronologi tanpa hubungan sebab-akibat yang cukup korelatif. Kebetulan demi kebetulan terus dimanfaatkan untuk menggerakkan plot. Mungkin bukan salah editing Wawan I Wibowo yang sudah berusaha menyusun adegan secara kronologis dengan flow yang dinamis tapi masih enjoyable dan jelas. Mungkin memang sudah ada terlalu banyak ‘lubang’ yang mustahil untuk ditutupi ataupun ditambal agar terkesan lebih masuk akal. ‘Cacat-cacat logika’ yang mungkin membuat penonton sudah tak peduli lagi dengan upayanya untuk menakut-nakuti sebagai komoditas utama film ataupun penampilan para cast.
Padahal secara desain produksi Jailangkung 2 sebenarnya tertata dengan baik, bahkan lebih baik dari installment pertama. Lihat saja bagaimana dandanan cast utama yang terlihat lebih eye-catchy, terutama untuk Amanda Rawles, berkat tata busana dari Aldie Harra. Begitu juga tata artistik Fr Dede Vischareta yang tampak tak main-main menggarap berbagai detail properti. Sinematografi dari Jose Purnomo sendiri seperti biasa, tertata dengan kualitas yang sangat baik. Pergerakan kamera yang sinematik untuk genre horor dan petualangan meski tak sampai menjadi kelewat istimewa juga. Joseph S Djafar yang biasanya menghadirkan ilustrasi musik yang kelewat mirip skor asing kali ini harus diakui sedikit lebih menarik lewat penggunaan suara-suara pembangun nuansa creepy dan eerie, termasuk vocal chant yang cukup menghantui.
Sangat disayangkan memang konsep yang telah digagas menarik harus dieksekusi dengan penceritaan yang kurang layak, bahkan seolah seperti tak punya naskah sebagai pijakan. Padahal secara teknis sebenarnya masih tertata dengan baik. Entah apa yang terjadi di balik layar. Jika Anda menganggap Jailangkung pertama sebagai presentasi yang buruk, maka apa yang disajikan sekuelnya ini akan semakin membuat Anda ‘tersiksa’. Sementara jika Anda masih bisa menikmati film pertama, mungkin Anda masih bisa mengapresiasi pengembangan konsep yang menarik di baliknya. Sisanya, agaknya harus meredam ekspektasi serendah mungkin agar tak terlalu kecewa. Lihat data film ini di filmindonesia.or.id.