The Jose Flash Review
Night at the Museum: Secret of the Tomb

Sejak lama Chris Columbus dikenal sebagai produser sekaligus sesekali sutradara film-film bertemakan keluarga. Franchise fenomenal Home Alone, Percy Jackson, bahkan tiga seri pertama Harry Potter lahir dari tangan dinginnya. Salah satu yang paling berpengaruh adalah franchise Night at the Museum (NatM) yang dimulai liburan Natal 2006. Tak hanya berhasil mengumpulkan dollar hingga mencetak box office di mana-mana, pengunjung museum di lokasi aslinya, Museum of Natural History meningkat cukup signifikan pasca perilisannya. Impact yang masih jarang terjadi di ranah perfilman sampai sekarang sekalipun. Maka sekuelnya yang punya sub-title Battle of the Smithsonian di tahun 2009 pun juga mendulang sukses meski tak sebesar seri pertamanya. Di tahun 2014, tim yang sama mencoba untuk membuat seri ketiganya, dan digadang-gadang sebagai penutup franchise (setidaknya seri dengan karakter Larry sebagai  karakter utamanya).

NatM sebenarnya masih menggunakan formula yang sama hingga seri ini. Pola pengembangannya pun juga sama; pemindahan lokasi setting cerita dan penambahan karakter-karakter penghuni museum yang dihidupkan. Namun seri ini rupanya secara kebetulan dan juga secara konseptual yang disengaja, menawarkan lebih banyak ketimbang dua seri sebelumnya.

Jika di seri kedua menampilkan Smithsonian Institution sebagai lokasi tambahan, maka kali ini British Museum of Natural History dipilih untuk memperkaya adegan. Makin banyak lokasi, maka makin banyak karakter baru yang dihidupkan secara magis. Tidak tanggung-tanggung, di seri ini dipilih lebih banyak aktor-aktris populer untuk meramaikan. Mulai Sir Ben Kingsley, Dan Stevens, hingga Rebel Wilson yang penampilannya selalu menarik perhatian penonton. Bahkan sebagai cameo dipilih aktor yang pasti mengejutkan penonton yang belum mengetahui keterlibatannya di sini (clue: inisial HJ). In short: Secret of the Tomb (SotT) otomatis menjadi lebih menarik dan meriah berkat pemilihan cast tambahan yang tepat.

Faktor lain yang turut membuat SotT terasa berbeda dengan seri-seri sebelumnya adalah keterikatan emosi yang lebih kuat dengan penonton. Penampilan terakhir Robin Williams dan Mickey Rooney jelas membawa keuntungan tersendiri bagi film. Tidak sedikit penonton yang rela menyaksikan seri ini hanya untuk menyaksikan keduanya di layar untuk terakhir kalinya. Tapi bukan berarti tidak ada usaha lain yang membuat SotT terasa lebih kuat secara emosi. Tim penulis naskah dan sutradara Shawn Levy berhasil menampilkan adegan-adegan perpisahan di menjelang akhir film yang sangat menyentuh, tanpa harus habis-habisan menguras air mata, malahan tetap membubuhkan senyum di dalamnya. Franchise (utama) NatM pun berhasil ditutup dengan manis, masih dengan daya magis yang sama, dan tingkat keseruan petualangan yang setara.

Ada beberapa bagian yang awalnya terasa tidak begitu penting, seperti misalnya saat Jedediah dan Octavius terpisah dan bertualang sendiri. Namun skrip berhasil menyatukan sub-plot ini ke plot utama dengan mulus dan menarik. Special effect yang digunakan sepanjang film pun terasa cukup banyak berkembang. Yang paling membuat saya tercengang adalah tampilan constellation di awal film yang sangat indah.


SotT memang disebut-sebut sebagai pamungkas franchise NatM. Tapi melihat endingnya, bukan tidak mungkin ke depan muncul spin-off-nya. Mengingat di sini jelas-jelas Rebel Wilson bisa meneruskan tongkat estafet cerita dari Ben Stiller. Jika benar, jelas franchise NatM masih potensial untuk dikembangkan dan justru menjadi semakin menarik. Meski harus saya akui, agak mengganggu juga jika harus mendengarkan aksen British Rebel Wilson seperti di sini untuk porsi yang jauh lebih banyak.

Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.