4.5/5
Action
Adventure
Based on Book
Blockbuster
Box Office
Franchise
Futuristic
Hollywood
Oscar 2015
Pop-Corn Movie
quotebanner
SciFi
Summer Movie
Superheroes
The Jose Movie Review
Time Travel
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
X-Men: Days of Future Past
Overview
Franchise X-Men bisa jadi franchise superhero terbesar yang pernah ada. The Avengers, Superman, bahkan Batman
sulit untuk menyaingi ke-epic-an kisahnya yang selalu ada yang bisa digali
lebih dalam. Setelah berakhir di X-Men:
The Last Stand (TLS) dengan kurang begitu memuaskan banyak pihak, terutama
fans berat versi komiknya, Fox dan Marvel berpikir keras bagaimana melanjutkan
franchise yang sayang untuk disudahi begitu saja. Toh jelas di dalamnya masih
banyak karakter mutan yang menarik untuk dibuatkan film sendiri. Terbukti X-Men Origins: Wolverine dan The Wolverine punya hasil yang tidak
buruk (setidaknya dari segi penghasilan box office). Lalu upaya prekuel X-Men: First Class (FC) justru
mendapatkan sambutan yang luar biasa. Tentu hal ini tak terlepas dari
tangan-tangan dingin yang selalu berhasil mengangkat tema-tema baru di setiap
serinya. Tak terkecuali juga, dalam upaya menyambungkan antar seri yang meski
kadang membingungkan dan terjadi minor continuity error, tetap saja tidak
mengurangi spirit universe-nya.
So X-Men: Days of Future Past (DoFP) dihadirkan sebagai upaya untuk
menyelesaikan banyak hal. Terutama sekali adalah menyambungkan TLS dan FC. For
that purpose, I have to admit, this has been a very brilliant way. Dengan
konsep time travel dengan kemungkinan merubah segalanya, membuat segala
sesuatunya kembali dari nol, dan mengabaikan bangunan cerita dari X-Men hingga TLS. Saya melihatnya
sebagai keputusan yang sangat bagus untuk banyak kepentingan: memperbaiki
kesalahan yang terjadi di TLS sehingga mengecewakan banyak fans, yang artinya
bisa mengembalikan banyak karakter-karakter penting yang pernah dimatikan. Ini
penting untuk membangun kembali kepercayaan fanatik yang sudah terlanjur
antipati terhadap salah satu seri. Kedua, tentu saja kesempatan untuk
mengembangkan cerita ke arah yang sama sekali berbeda, termasuk kesempatan
menghadirkan karakter-karakter serta villain-villain baru ke layar. Yes, DoFP
adalah turn-over part yang menyambungkan kesemua seri sebelumnya, dan membuka
peluang untuk pengembangan cerita tanpa batas, tanpa perlu mengabaikan
seri-seri sebelumnya. Kesemuanya jelas justru memperkaya universe X-Men versi layar lebar tanpa perlu
di-reboot.
Terlepas dari konsep cerita yang
brilian tersebut, DoFP sendiri sudah sangat berhasil sebagai tontonan yang
menghibur. Bagi yang mengikuti kesemua seri X-Men
terpuaskan dengan segala bangunan cerita yang disusun, apalagi ending yang
mungkin akan menimbulkan haru bahagia. Bagi penonton awam pun tetap akan dibuat
nyaman dengan alurnya yang enak untuk diikuti. The action, the drama, the fun,
and the thrill, all is in the right dosage and blended perfectly as one
entertaining (if not spectacular and fascinating) package.
The Casts
Salah satu poin yang paling
menarik dari franchise X-Men adalah
banyaknya karakter menarik yang meski tidak semuanya mendapatkan porsi yang
sama besar, namun masing-masing mampu menjadi scene stealer yang memperkaya
film. Tak terkecuali juga nama-nama besar yang memerankannya dengan gemilang.
Hugh Jackman sebagai Wolverine masih menjadi karakter utama yang menjadi
penghubung antara masa depan dan masa lalu dan masih menampilkan kharisma yang
sama seperti sebelum-sebelumnya. James McAvoy dan Michael Fassbender yang
porsinya lebih besar ketimbang versi tua mereka (Patrick Stewart dan Ian
McKellen) mampu memberikan emosi yang pas dalam karakter.
Jennifer Lawrence tak usah
diragukan lagi pesonanya yang bahkan membuat saya lupa peran Rebecca Romijn
dalam menghidupkan karakter Mystique. Kelenturan tubuh dan kemampuannya berbahasa
selain Bahasa Inggris semakin menambah pesonanya di sini. Nicholas Hoult
sebagai Beast dan Peter Dinklage sebagai Trask pun tampil cukup mengesankan.
Tapi scene stealer terbesarnya tentu saja Evan Peters sebagai Peter alias
Quicksilver.
Di lini mutan-mutan pendukung,
masih ada Halle Berry (Storm), Ellen Page (Kittypride), Shawn Ashmore (Iceman),
Omar Sy (Bishop), Fan Bingbing (Blink), Daniel Cudmore (Colossus), mantan
anggota tim Jacob Black di franchise Twilight,
Booboo Stewart (Warpath), serta mutan-mutan lainnya termasuk yang sebelumnya
sudah dimatikan. It’s like a full team package that will amuse all.
Technical
Seperti biasa, DoFP dihiasi oleh
visual-visual effect spektakuler, terutama di masa depan dengan kemampuan dari
Blink membuka portal-portal, atau Iceman yang menjadikan pertarungan dengan
melibatkan es menjadi super-seru. But above all, frozen time keren ala
Quicksilver lah yang menjadi adegan favorit saya. One of the best frozen time
scene ever!
Visual effect yang spektakuler
juga diimbangi sound effect yang tidak kalah menggelegarnya. Pun juga
memanfaatkan efek surround semaksimal mungkin, misalnya pada adegan Prof. X
menggunakan cerebro. Pemilihan soundtrack-soundtrack yang menandai era 70-an
juga turut mendukung DoFP menjadi sajian yang memorable, mulai The First Time Ever I Saw Your Face dari
Roberta Flack sampai Time in a Bottle
dari Jim Croce.
Desain produksi DoFP wajib turut
pula diapresiasi, baik dalam menghadirkan desain-desain interior dan kostum era
70-an, maupun menghadirkan dunia di masa depan yang suram. Belum lagi desain
Sentinel yang membelalakkan mata.
Untuk yang tertarik format
3D-nya, tak banyak yang bisa dinikmati. Beberapa adegan memang agak terasa
depth-nya, tetapi sayang sekali saya tidak menemukan efek pop-out yang
“mencolok”.
The Essence
Seringkali kita beranggapan
seseorang tidak mungkin bisa berubah. Tapi kenyataannya, setiap orang punya
harapan untuk berubah menjadi lebih baik. Mungkin yang dibutuhkannya hanya
sedikit bantuan dari orang lain.
They who will enjoy this the most
- X-Men fanatics, either the comic or the movie
- General audiences who seek for exciting and spectacular entertainment
The 87th Annual Academy Awards nominee(s) for
- Best Achievement in Visual Effects