3/5
Drama
Futuristic
Hollywood
Mystery
Philosophical
Romance
SciFi
Socio-cultural
The Jose Movie Review
Thriller
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Transcendence
Overview
Nama Johnny Depp sudah sangat
identik dengan peran-peran nyentrik, terutama Captain Jack Sparrow di Pirates of the Caribbean. Begitu kuat
melekat pada dirinya hingga sulit untuk tidak melihat sosok Jack Sparrow di
setiap peran yang dilakoninya. Kali ini dengan naskah sci-fi, Depp kembali
mencoba untuk keluar dari bayang-bayang peran tersebut.
Naskah Transcendence sedianya akan dikerjakan oleh the one and only
Christopher Nolan. Namun rupanya ia lebih memilih untuk menyelesaikan project Interstellar, sehingga bangku sutradara
pun diberikan kepada DoP langganannya sejak Memento
hingga The Dark Knight Rises, Wally
Pfister. Nolan sendiri masih duduk di salah satu bangku executive producer.
Di atas kertas, Transcendence jelas punya premise yang
sangat menarik. Apalagi kecenderungan ketergantungan manusia pada teknologi
(internet) sudah semakin kritis. Trailer yang menjanjikan sci-fi thriller gelap
dengan special effect memukau jelas menjadi daya tarik yang tak terelakkan.
Tapi rupanya trailer dan premise yang ditulis di mana-mana termasuk misleading
dengan hasil akhir film utamanya. Oh yes, it’s still a dark sci-fi. Tetapi
nuansa thriller yang dibangunnya tidak seperti yang dijanji-janjikan di
trailer. Awalnya ia memang membangun kisah dengan tensi yang cukup menjanjikan.
Namun ketika penonton mengharapkan klimaks yang semakin epic, Transcendence beralih menjadi drama
gelap yang sejatinya adalah kisah romance dengan balutan sci-fi. Tak ada pula
destruktif masif skala besar di dalamnya, dan karakter Will Caster yang
diperankan Johnny Depp tidak berubah menjadi evil villain tanpa wujud yang
mengerikan. Ketegangan dan kengerian dibangun dengan suasana sunyi dan tenang,
seperti halnya yang pernah ditunjukkan Solaris
dari Steven Soderbergh. Jelas gaya seperti ini hanya bisa dinikmati oleh
sebagian kecil penonton. Bukan berarti susah dipahami, hanya memang sulit untuk
dinikmati.
Jika dicermati lebih dalam,
sebenarnya dari naskah saja sudah kebingungan hendak membawa cerita ke arah
mana: thriller sci-fi yang menyindir ketergantungan manusia terhadap teknologi
yang berbuah kengerian berkat ambisi Will, atau romance antara Will Caster dan
istrinya, Evelyn, atau juga perjuangan kaum anti teknologi yang mencoba
menghentikan ambisi Will Caster? Ketiganya menjadi saling tumpang tindih dan
berebutan porsi sehingga hasil akhirnya menjadi serba mentah. Kalau mau
dibanding-bandingkan, pada akhirnya porsi romance Will-Evelyn lah yang menjadi
paling kuat sebagai konklusi. Manis dan romantis, tapi tetap saja kurang bisa
menjadi berkesan untuk jangka waktu yang lama bagi banyak penonton karena
kemasannya yang gelap, serta berbagai kepentingan yang ingin disisipkan.
Transcendence memang bukan termasuk karya yang buruk-buruk sekali,
namun promosi yang misleading telah meracuni ekspektasi penonton dan gagal
untuk tampil berkesan. Bahkan ia masih terlalu lemah untuk bisa jadi karya cult
beberapa tahun ke depan. Not a bad debut for Wally Pfister, but still not an
impressing one either.
The Casts
Johnny Depp sebagai magnet utama
penonton memang tampil memukau, as usual. Terutama sekali ketika berwujud
digital, dimana ia bisa terasa mengintimidasi dan mengerikan meski tanpa harus
menunjukkan ekspresi fierce. Tapi di saat yang sama, ia juga menunjukkan
kelembutan kasih sayang kepada istrinya, Evelyn. Sehingga penonton tidak sampai
membenci, malah memiliki sedikit empati kepada karakter Will. Rebecca Hall juga
berhasil mengimbangi akting Johnny, meski ada sedikit kelepasan tampil biasa,
padahal seharusnya tampak depresi dengan apa yang dialami suaminya.
Di lini pemeran pendukung, Paul
Bettany terasa menonjol, melebihi karakter-karakter yang pernah dilakoninya
sebelum ini. Tapi sayangnya, naskah benar-benar menyia-nyiakan kehadiran Morgan
Freeman, Cillian Murphy, Kate Mara, dan Cole Hauser. Karakter mereka seperti
tidak menjadi masalah jika tidak diperankan oleh mereka. Sayang sekali.
Technical
Ternyata tak banyak visual effect
yang diumbar seperti harapan penonton, tetapi bukan berarti tidak mengesankan
juga. Karena faktor kedekatan dengan realita, cukup banyak visual effect yang
membelalakkan mata, seperti reparasi organ manusia, dan partikel-partikel unsur
alam yang terlepas. Tidak istimewa, tetapi terlihat indah berkat sinematografi
yang juga piawai merekam gambar.
Sementara di lini sound effect,
fasilitas surround cukup dimanfaatkan dengan baik. Score dari Mychael Danna
yang menggabungkan suara-suara musik tradisional (sekilas seperti kulintang)
berhasil membangun ketegangan di balik kesunyiannya, meski sedikit mengingatkan
akan score Life of Pi yang juga hasil garapannya.
The Essence
Ide membuat dunia lebih baik
memang terdengar mulia, tetapi perwujudannya bisa jadi mengerikan. Apalagi in
worse scenario, jika manusia sampai kehilangan sisi manusiawi-nya dan
tergantikan oleh teknologi. So beware on realizing that goal.
They who will enjoy this the most
- Audience who can enjoy dark drama
- Techno freak