3.5/5
Comedy
Drama
Indonesia
Monolog
Pop-Corn Movie
Romance
Socio-cultural
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Cinta dalam Kardus
Overview
Belum sampai sebulan yang lalu,
bioskop Indonesia diserbu oleh penonton (terutamanya remaja) hingga
mengantarkan Cinta Brontosaurus (CB)
ke box office Indonesia yang hingga kini (14 Juni 2013) telah melewati 890.000
penonton. Angka yang termasuk fantastis di tengah melesunya perolehan penonton
film nasional. Tentu saja kesuksesan ini tak lepas dari faktor Raditya Dika
yang bermula dari blogger dan penulis novel komedi hingga sukses pula menjadi
stand-up comedian dan kini aktor slash penulis skenario film. Raditya Dika
himself adalah sebuah brand yang sudah punya banyak sekali fan setia (lihat
saja jumlah follower akun twitter-nya).
Film pertamanya, Kambing Jantan (KJ)
boleh saja gagal, namun sejak CB bisa diprediksi ia mampu meledakkan
karya-karya yang melibatkan namanya. Tak heran jika dalam jangka waktu yang
sangat berdekatan, Kompas Gramedia Studio berani merilis film produksi
pertamanya ini.
Berbeda dengan KJ dan CB, Cinta dalam Kardus (CdK) tidak diangkat
dari novel manapun dari seorang Raditya Dika. Salman Aristo selaku penulis
naskah dan sutradara mengaku konsep film monolog CdK sudah ada sejak sebelum
booming serial YouTube Malam Minggu Miko
(MMM). Lantas kemudian konsep tersebut dilebur dengan universe MMM sehingga
terasa seperti sebuah spin-off dari serial yang akhirnya juga ditayangkan di
Kompas TV itu.
Secara konsep jelas CdK menarik.
Tak banyak film yang mengusung gaya monolog, apalagi di Indonesia. Tak perlu
budget banyak untuk membuatnya, namun bisa hancur lebur dan jatuh membosankan
jika tak punya materi yang menarik dan/atau dibawakan oleh figur yang tidak
cukup kuat. Garis besarnya, CdK adalah sebuah diskusi panjang tentang
relationship, tarik-ulur pro-kontra berbagai aspeknya, dengan
visualisasi-visualisasi panggung yang unik, menarik, dan cantik, dibawakan oleh
seorang Raditya Dika dalam rupa alter-egonya, Miko, yang sebenarnya tidak
memiliki perbedaan dengan kepribagian induknya.
Salman sekali lagi bisa dianggap
berhasil dalam memperdebatkan hubungan asmara dengan berbagai tarik-ulur pro
dan kontranya menjadi satu skrip yang mengalir dan menarik. Istilah BTB alias Berubah Tidak Baik disampaikan
dengan lugas, kadang manis, kadang sinis, namun semuanya dibalut dalam guyonan
khas Dika. Tak ketinggalan sindiran-sindiran sosial, terutama menyangkut
perilaku remaja saat ini, diselipkan di
berbagai kesempatan yang menjadikannya terasa lebih smart dan fresh. Menjelang
akhir, ia memiliki kesimpulan makna BTB yang berbeda.
Secara keseluruhan jelas CdK
punya kematangan konsep cerita dan visualisasi yang kuat meski sederhana. Soal
guyonan Dika, ah itu soal selera. Bagi saya dan mungkin juga beberapa penonton
lain merasakan kegaringan di banyak kesempatan, namun kenyataannya tak sedikit
pula yang berhasil tertawa terbahak-bahak dibuatnya.
The Casts
Raditya Dika masih menjadi
dirinya sendiri meski menggunakan alter-ego Miko yang sudah cukup terkenal.
Original characters dari serial tersebut masih dipertahankan, seperti Ryan
Adriandhy (Rian) dan Hardian Saputra (Anca), namun dengan porsi yang sangat-sangat
sedikit sekali. Bisa dibilang hanya menjadi simbol-simbol untuk menegaskan
kaitannya dengan universe MMM.
Cast pendukung yang cukup
eye-catchy selain Dika sendiri adalah sekelompok gadis-gadis muda yang dipasang
sebagai para mantan dari Miko. Mulai Anizabella Lesmana, Sharena Gunawan,
Adhitya Putri, Wichita Setiawati, Masayu Clara, Martina Tesela, hingga Tina
Toon. Kesemuanya mampu menghadirkan kepribadian yang berbeda-beda dengan
meyakinkan dan tak jarang sangat menghibur.
Kehadiran Dahlia Poland dan
Fauzan Nasrul (baru saja kita lihat debutnya di Pintu Harmonika) juga turut menjadi penyegar tersendiri. Terakhir
tentu saja penampilan singkat Lukman Sardi namun mampu membawa penonton ke
dalam keharuan sejenak setelah dibuat (setidaknya) senyum-senyum oleh nasib
percintaan Miko.
Technical
Production design telihat sangat
menonjol sepanjang film, menyempurnakan konsep film keseluruhan dan
menyelaraskan dengan titel. Ditata dengan cantik dan meski terlihat sangat
“fantasi” namun tetap mampu terasa hidup bak setting lokasi aslinya. Keren!
Endah dan Rhesa tak hanya
menyumbangkan beberapa judul single-nya untuk CdK namun turut membawakan sebuah
single secara live di dalam film. Sungguh sebuah bonus manis yang menyenangkan.
Selain itu, penataan score yang fun (baca: gokil) dan tata suara yang baik,
termasuk pemanfaatan efek surround yang semakin menghidupkan ambience,
menambahkan nilai plus di divisi sound.
Satu hal yang patut disayangkan
adalah tampilan beberapa animasi yang tampak kasar pixel-nya, tak setajam
gambar adegan-adegan live action-nya.
The Essence
BTB dengan kepanjangan yang lebih
“dewasa” di akhir film adalah konklusi dari perdebatan relationship sepanjang
film.
They who will enjoy this the most
- Couple, both in a relationship and married ones
- Raditya Dika’s fans
- Malam Minggu Miko’s fans
- General audiences who can accept Raditya Dika’s signatural jokes