4/5
Action
Arthouse
Cult
Drama
Noir
SciFi
Socio-cultural
The Jose Movie Review
Thriller
Time Travel
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
Looper
Overview
Time
travel... salah satu branch genre sci-fi yang jarang sekali diangkat
ke layar lebar. Tak salah, setiap kali keluar film bertemakan time
travel, selalu saja ada penonton sok pintar yang menggugat
ketidak-sinambungan antar adegan akibat perbedaan dimensi waktu. Satu
hal yang sebenarnya menjadi dasar masalah dari gugatan-gugatan
tersebut : penonton tidak percaya bahwa kita bisa merubah masa lalu
sehingga masa depan pun ikut berubah seperti yang kerap digambarkan
dalam film-film time travel. Dalam "logika" mereka, proses time travel juga merupakan bagian dari "takdir" yang sudah digariskan sehingga kejadian di masa depan seharusnya sudah mencakup interupsi yang diakibatkan time travel. Well, karena mesin waktu memang belum
pernah ditemukan dalam dunia nyata, “ketidak-percayaan” mereka
ini sebenarnya sah-sah saja. Tapi bukankah lebih baik tidak perlu
terlalu serius memikirkan logika yang bahkan memang belum pernah ada?
Benar, ini adalah sci-fi dan memungkinkan kelak benar-benar terwujud.
Namun selama masih belum ada pembuktian bagaimana dan sejauh mana
sebuah perjalanan waktu bisa mengacaukan garis waktu, maka kedua
pihak (sineas yang membuat teori time travel-nya sendiri maupun
penonton yang bingung dengan teori yang tersaji dalam film) sama-sama
tidak ada yang salah maupun yang benar.
Di
tengah susahnya menuliskan skrip film bertemakan time travel yang
tetap menghibur penontonnya dengan resiko gugatan goof seminimal
mungkin, sutradara yang juga kerap menulis sendiri film-filmnya, Rian
Johnson, mencoba menghadirkannya dengan struktur cerita ala film noir
seperti layaknya karya-karya sebelumnya.
Menarik menyaksikan perpaduan premise Twelve Monkeys
dan Terminator dengan
gaya noir penuh teka-teki yang membuat penasaran sekaligus
menegangkan.
Johnson memang piawai menyusun cerita yang solid dan rapi.
Ia tahu betul bagaimana menyebarkan clue teka-teki sepanjang film
secara merata sehingga penonton terus penasaran akan apa yang akan
terjadi berikutnya, kapan harus meletakkan adegan-adegan klimaks yang
membuat penonton menahan nafas, dan pace seperti apa yang pas
dinikmati. Bukan plot yang benar-benar baru namun semuanya tersaji dengan sangat rapi dan menarik sepanjang
film bahkan tetap menegangkan di banyak adegan-adegan yang hanya
berupa dialog, terlepas dari kemungkinan gugatan-gugatan penonton
seperti yang saya singgung di paragraf pertama.
Penonton
yang mengharapkan porsi action yang banyak seperti halnya Terminator
mungkin akan sedikit kecewa karena porsinya memang tak sebanyak
dialog-dialog yang (bagi saya) menarik. Bagi saya sendiri porsi
actionnya sangat pas dan sekalinya ada tampil begitu memuaskan dan
menegangkan. Namun penonton yang senang dengan teka-teki dan gemar
menganalisa atau berdiskusi selepas menonton akan kegirangan.
Seberapa banyak sih ada film seperti ini beberapa tahun terakhir?
The Casts
Beruntung,
Johnson meng-hire cast yang bermain dengan sangat baik di sini.
Perhatian utama penonton pasti tertuju pada Joseph Gordon Levitt
(JGL) yang setahun belakangan tampak seperti sedang kejar setoran.
Jika minggu lalu saya melihatnya di Premium Rush
yang biasa-biasa saja, maka minggu ini ia memberikan performa yang
luar biasa dan bahkan mungkin salah satu performa akting terbaiknya
di layar selama ini. Gesture dan gerak-gerik dalam usaha menirukan
Bruce Willis bisa dibilang sangat meyakinkan, terlepas dari prostetik
wajah dan sulam alisnya yang ridiculous terutama bagi fans berat JGL.
Sementara Bruce Willis yang memerankan versi tuanya masih layak
tampil se-badass John McClane sesuai porsi skrip.
Emily
Blunt yang konon kabarnya menerima peran di sini bahkan sebelum tahu
seperti apa karakternya, memerankan karakter ibu tough dengan sangat
baik. Sedikit mengingatkan saya akan karakter Sarah O'Connor di
franchise Terminator.
Namun di antara aktor-aktor yang sudah punya nama di atas, aktor
cilik Pierce Gagnon berhasil mencuri perhatian berkat performanya
yang sangat kuat untuk karakter anak-anak. Salah satu aktor anak-anak
pendatang baru dengan karir akting paling menjanjikan di masa depan.
Technical
Tak banyak visual effect yang dipamerkan di sini. Tak masalah karena
konsepnya memang tidak memerlukan banyak visual effect seperti halnya
Total Recall. Ada sih motor terbang, mesin waktu, dan
gadget-gadget canggih lainnya tetapi tampak minimalis dan sudah
pernah ada di film-film sci-fi sebelumnya. But above all, my favorite
is the slow-mo when a man's heart exploded.
Editing lantas memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga
intensitas alur sekaligus menguak teka-teki satu demi satu. Bagaimana
timeline Joe muda (JGL) dan Joe tua (Bruce Willis) berjalan
sendiri-sendiri hingga akhirnya dipertemukan, tertata dengan rapi,
dinamis, dan tidak terasa membingungkan seperti yang sempat saya
khawatirkan sebelum menyaksikannya sendiri. A very good achievement
in editing.
Score juga memegang peranan penting. Memang tak banyak score yang ada, malahan lebih banyak adegan in silent. Tetapi
begitulah film bergaya noir kebanyakan bekerja, menegangkan in silent
mode. Bahkan ketika credit title mulai rolling pun diberi jeda silent
beberapa detik hingga akhirnya terdengar musik country tenang.
Menambah suasana ngeri sekaligus memberikan ruang untuk berpikir
sejenak akan apa yang baru saja disaksikan.
The Essence
Siapa sangka film dengan tema time travel dan bergaya noir ternyata
menyindir pola pikir manusia saat ini, khususnya tentang
pengorbanan dan peran penting seorang ibu bagi anaknya? Well, Looper
is. Find out yourself if you have a curiosity about it.
They who will enjoy this the most
- Penikmat film dengan teka-teki yang membutuhkan analisa dan memancing diskusi setelah film berakhir
- Penikmat film bergaya noir
- Penikmat film berpremise time travel
- Penggemar Joseph Gordon Levitt
Lihat data film ini di IMDb.