The Jose Movie Review
Looper

Overview

Time travel... salah satu branch genre sci-fi yang jarang sekali diangkat ke layar lebar. Tak salah, setiap kali keluar film bertemakan time travel, selalu saja ada penonton sok pintar yang menggugat ketidak-sinambungan antar adegan akibat perbedaan dimensi waktu. Satu hal yang sebenarnya menjadi dasar masalah dari gugatan-gugatan tersebut : penonton tidak percaya bahwa kita bisa merubah masa lalu sehingga masa depan pun ikut berubah seperti yang kerap digambarkan dalam film-film time travel. Dalam "logika" mereka, proses time travel juga merupakan bagian dari "takdir" yang sudah digariskan sehingga kejadian di masa depan seharusnya sudah mencakup interupsi yang diakibatkan time travel. Well, karena mesin waktu memang belum pernah ditemukan dalam dunia nyata, “ketidak-percayaan” mereka ini sebenarnya sah-sah saja. Tapi bukankah lebih baik tidak perlu terlalu serius memikirkan logika yang bahkan memang belum pernah ada? Benar, ini adalah sci-fi dan memungkinkan kelak benar-benar terwujud. Namun selama masih belum ada pembuktian bagaimana dan sejauh mana sebuah perjalanan waktu bisa mengacaukan garis waktu, maka kedua pihak (sineas yang membuat teori time travel-nya sendiri maupun penonton yang bingung dengan teori yang tersaji dalam film) sama-sama tidak ada yang salah maupun yang benar.
Di tengah susahnya menuliskan skrip film bertemakan time travel yang tetap menghibur penontonnya dengan resiko gugatan goof seminimal mungkin, sutradara yang juga kerap menulis sendiri film-filmnya, Rian Johnson, mencoba menghadirkannya dengan struktur cerita ala film noir seperti layaknya karya-karya sebelumnya. Menarik menyaksikan perpaduan premise Twelve Monkeys dan Terminator dengan gaya noir penuh teka-teki yang membuat penasaran sekaligus menegangkan.
Johnson memang piawai menyusun cerita yang solid dan rapi. Ia tahu betul bagaimana menyebarkan clue teka-teki sepanjang film secara merata sehingga penonton terus penasaran akan apa yang akan terjadi berikutnya, kapan harus meletakkan adegan-adegan klimaks yang membuat penonton menahan nafas, dan pace seperti apa yang pas dinikmati. Bukan plot yang benar-benar baru namun semuanya tersaji dengan sangat rapi dan menarik sepanjang film bahkan tetap menegangkan di banyak adegan-adegan yang hanya berupa dialog, terlepas dari kemungkinan gugatan-gugatan penonton seperti yang saya singgung di paragraf pertama.
Penonton yang mengharapkan porsi action yang banyak seperti halnya Terminator mungkin akan sedikit kecewa karena porsinya memang tak sebanyak dialog-dialog yang (bagi saya) menarik. Bagi saya sendiri porsi actionnya sangat pas dan sekalinya ada tampil begitu memuaskan dan menegangkan. Namun penonton yang senang dengan teka-teki dan gemar menganalisa atau berdiskusi selepas menonton akan kegirangan. Seberapa banyak sih ada film seperti ini beberapa tahun terakhir?
The Casts
Beruntung, Johnson meng-hire cast yang bermain dengan sangat baik di sini. Perhatian utama penonton pasti tertuju pada Joseph Gordon Levitt (JGL) yang setahun belakangan tampak seperti sedang kejar setoran. Jika minggu lalu saya melihatnya di Premium Rush yang biasa-biasa saja, maka minggu ini ia memberikan performa yang luar biasa dan bahkan mungkin salah satu performa akting terbaiknya di layar selama ini. Gesture dan gerak-gerik dalam usaha menirukan Bruce Willis bisa dibilang sangat meyakinkan, terlepas dari prostetik wajah dan sulam alisnya yang ridiculous terutama bagi fans berat JGL. Sementara Bruce Willis yang memerankan versi tuanya masih layak tampil se-badass John McClane sesuai porsi skrip.
Emily Blunt yang konon kabarnya menerima peran di sini bahkan sebelum tahu seperti apa karakternya, memerankan karakter ibu tough dengan sangat baik. Sedikit mengingatkan saya akan karakter Sarah O'Connor di franchise Terminator.
Namun di antara aktor-aktor yang sudah punya nama di atas, aktor cilik Pierce Gagnon berhasil mencuri perhatian berkat performanya yang sangat kuat untuk karakter anak-anak. Salah satu aktor anak-anak pendatang baru dengan karir akting paling menjanjikan di masa depan.

Technical

Tak banyak visual effect yang dipamerkan di sini. Tak masalah karena konsepnya memang tidak memerlukan banyak visual effect seperti halnya Total Recall. Ada sih motor terbang, mesin waktu, dan gadget-gadget canggih lainnya tetapi tampak minimalis dan sudah pernah ada di film-film sci-fi sebelumnya. But above all, my favorite is the slow-mo when a man's heart exploded.
Editing lantas memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga intensitas alur sekaligus menguak teka-teki satu demi satu. Bagaimana timeline Joe muda (JGL) dan Joe tua (Bruce Willis) berjalan sendiri-sendiri hingga akhirnya dipertemukan, tertata dengan rapi, dinamis, dan tidak terasa membingungkan seperti yang sempat saya khawatirkan sebelum menyaksikannya sendiri. A very good achievement in editing.
Score juga memegang peranan penting. Memang tak banyak score yang ada, malahan lebih banyak adegan in silent. Tetapi begitulah film bergaya noir kebanyakan bekerja, menegangkan in silent mode. Bahkan ketika credit title mulai rolling pun diberi jeda silent beberapa detik hingga akhirnya terdengar musik country tenang. Menambah suasana ngeri sekaligus memberikan ruang untuk berpikir sejenak akan apa yang baru saja disaksikan.

The Essence

Siapa sangka film dengan tema time travel dan bergaya noir ternyata menyindir pola pikir manusia saat ini, khususnya tentang pengorbanan dan peran penting seorang ibu bagi anaknya? Well, Looper is. Find out yourself if you have a curiosity about it.

They who will enjoy this the most

  • Penikmat film dengan teka-teki yang membutuhkan analisa dan memancing diskusi setelah film berakhir
  • Penikmat film bergaya noir
  • Penikmat film berpremise time travel
  • Penggemar Joseph Gordon Levitt
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.