4/5
Based on Book
Biography
Drama
Oscar
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review - My Week with Marilyn
Siapa yang
tidak kenal Marilyn Monroe? Pengisi cover edisi pertama majalah Playboy ini tak
diragukan lagi merupakan bombsex Hollywood paling terkenal sepanjang masa.
Rambut dan tahi lalatnya saja sudah menjadi ikon tersendiri hingga kini. Tak
mudah untuk menulis cerita yang cukup representatif dengan keadaan Marilyn
sebenarnya, apalagi jujur, susah untuk mengerti karakternya yang sebenarnya.
Satu yang paling membekas dalam ingatan saya adalah Norma Jean and Marilyn (NJM) (1996), sebuah film TV bikinan HBO
yang menggambarkan ia dengan dua kepribadian, Norma Jean (yang merupakan nama
aslinya) dan Marilyn Monroe. Cukup menarik, apalagi menurut saya saat itu
diperankan dengan sangat baik oleh Ashley Judd dan Mira Sorvino. Namun tetap
bagi saya sosok Marilyn Monroe masih susah untuk dimengerti, hanya sekedar
sebagai “wanita penggoda” yang tidak pernah mendapatkan kebahagiaan akibat dari
popularitas dan sex-appeal-nya.
My Week with Marilyn (MWwM) muncul di
tahun 2011 dengan pendekatan yang berbeda. Diangkat dari buku karya Colin
Clark, pemuda dengan ambisi menjadi bagian dari dunia film yang beruntung bisa
dekat dengan Marilyn Monroe ketika syuting film The Prince and The Showgirl di Inggris. Entah apakah yang ia
ceritakan di bukunya adalah fakta atau hanya bualannya semata. MWwM seperti Almost Famous atau The Last King of Scotland dimana karakter utamanya sebenarnya
adalah orang biasa yang berkesempatan dekat dengan figur terkenal dan
keseluruhan film akan menceritakan sosok figur tersebut dari sudut pandangnya.
Bedanya, jika keduanya berfokus pada perkembangan karakter utama, bukan
karakter figur terkenalnya, maka MWwM justru sebaliknya. Colin seolah mengajak
penonton untuk mengenal sosok Marilyn Monroe dari sudut pandangnya, bukan untuk
menceritakan tentang bagaimana Marilyn telah merubah hidupnya. Well, mungkin
ada sedikit diungkapkan di layar tapi hanya sekilas dan rupa-rupanya penonton
pun pada akhirnya tidak akan begitu mempedulikannya.
Bagi saya
MWwM akhirnya berhasil memberikan gambaran karakter yang lebih baik dari
seorang Marilyn Monroe, bukan sekedar wanita penggoda dengan sex-appeal tinggi.
Itulah yang menjadi kekuatan utama film ini. Dengan durasi yang relatif singkat
untuk ukuran biografi (sekitar 99 minutes), MWwM berhasil “menelanjangi” kepribadian
seorang Marilyn Monroe, baik dari segi kemampuan aktingnya maupun hubungan
asmaranya. Tak perlu membeberkan kisah sejak lahir hingga kematiannya, nyatanya
“satu minggu” adalah waktu yang cukup untuk menjelaskan kepribadiannya yang
terbilang kompleks. Penulis skrip Adrian Hodges dan sutradara Simon Curtis
menuturkannya dengan sederhana, elegan, dan tidak bertele-tele.
Namun lantas
bukan berarti tanpa kekurangan. Saking sederhananya, mungkin bagi sebagian
penonton akan merasa bahwa MWwM lebih cocok sebagai film TV, sama seperti NJM. Wajar,
mengingat keduanya, Hodges dan Curtis sebelumnya menangani proyek film TV dan
mini-seri, seperti biografi David
Copperfield. Bagi saya pribadi sih, tak menjadi masalah. Toh film TV bukan
berarti lebih buruk ketimbang film yang diputar di bioskop kan? MWwM masih
nyaman dan worth disaksikan baik di TV maupun layar bioskop.
The Casts
Siapa pun
yang pernah melihat performance Marilyn Monroe asli dan menyaksikan film ini
hampir pasti akan memuji akting Michelle Williams. Siapa sangka aktris yang
dulunya saya kenal sebagai Jen di serial Dawson’s
Creek (DC) nyatanya menjadi salah satu aktris kaliber Oscar saat ini.
Padahal saat itu saya (dan saya yakin banyak penonton setia DC juga) lebih
menyukai Katie Holmes sebagai Joey ketimbang Michelle. Selain tampilan fisik
(dan juga berkat dandanan tentu saja) yang menurut saya paling mirip Monroe
hingga saat ini, Michelle sukses menirukan gesture dan ekspresi wajah yang
Monroe banget tanpa terkesan dibuat-buat. Padahal ada tiga “peran” yang harus
dilakoninya; kehidupan pribadi Monroe, Monroe sebagai aktris, dan karakte The
Showgirl yang diprankan Monroe, dan Michelle berhasil menghidupkan
ketiga-tiganya dengan sangat baik. Bisa jadi MMwM adalah pencapaian akting
tertinggi dari Michelle so far.
Eddie
Redmayne, pemeran tokoh Colin Clark tidak buruk, namun harus diakui beberapa
scene yang dilakoninya masih terasa canggung dan kadang tampak menyebalkan.
Aktor senior Kenneth Branagh yang memerankan salah satu aktor legendaris, Sir
Laurence Olivier, bisa mengimbangi akting apik dari Michelle dengan kharismanya
yang kuat. Sama kuatnya dengan kharisma Sir Laurence Olivier sendiri. Begitu
pula dengan Julia Ormond yang juga memerankan aktris legendaris Vivien Leigh.
Sayang porsinya tak terlalu banyak. Sementara Demme Judi Dench yang porsinya
juga tak banyak justru berhasil mencuri perhatian lebih banyak dan lebih
loveable. Terakhir, Emma Watson... well she’s just doin’ okay. Porsinya sangat
sedikit sehingga mungkin kita tidak akan mempedulikan karakternya jika ia tidak
pernah menjadi Hermione di franchise Harry
Potter sebelumnya.
Technical
Setting
1950’an yang memiliki ciri khas yang kuat tergambarkan dengan sangat sempurna
di layar, terutama lewat setting ruang, properti, dan tentu saja kostum. Just so
beautiful, elegant, and alive. Tone warna, score, dan music juga turut
menghidupkan suasana era 50’an dengan sangat baik.
Tak ada yang
perlu dimasalahkan dengan sinematografi karena ditampilkan dengan sangat pas
sesuai dengan kebutuhannya sebagai film drama. Editing pun juga berhasil
mempresentasikan hasil akhir yang cukup efektif.
The Essence
Selebriti
dengan aura bintang yang luar biasa seperti Marilyn Monroe akan selalu menjadi
kontroversial berkat tingkah lakunya di luar layar, salah satunya tentang gonta-ganti
pasangan atau kawin-cerai yang sudah menjadi masalah kpaling lasik di dunia
selebriti. Memiliki banyak pemuja bukan jaminan kebahagiaan. Seperti yang
diungkapkan Monroe di salah satu adegan, mereka awalnya melihat Monroe sebagai
dewi yang sempurna, namun ketika mendapatinya tidak sesuai dengan harapan,
mereka lantas meninggalkannya. I think it clearly explained why celebrities
often change partners or end-up divorcing. Hmmm... benar juga ungkapan yang
mengatakan bahwa kecantikan dan ketenaran sesungguhnya adalah kutukan.
Lihat data film ini di IMDB.