The Jose Movie Review - My Week with Marilyn


Overview
Siapa yang tidak kenal Marilyn Monroe? Pengisi cover edisi pertama majalah Playboy ini tak diragukan lagi merupakan bombsex Hollywood paling terkenal sepanjang masa. Rambut dan tahi lalatnya saja sudah menjadi ikon tersendiri hingga kini. Tak mudah untuk menulis cerita yang cukup representatif dengan keadaan Marilyn sebenarnya, apalagi jujur, susah untuk mengerti karakternya yang sebenarnya. Satu yang paling membekas dalam ingatan saya adalah Norma Jean and Marilyn (NJM) (1996), sebuah film TV bikinan HBO yang menggambarkan ia dengan dua kepribadian, Norma Jean (yang merupakan nama aslinya) dan Marilyn Monroe. Cukup menarik, apalagi menurut saya saat itu diperankan dengan sangat baik oleh Ashley Judd dan Mira Sorvino. Namun tetap bagi saya sosok Marilyn Monroe masih susah untuk dimengerti, hanya sekedar sebagai “wanita penggoda” yang tidak pernah mendapatkan kebahagiaan akibat dari popularitas dan sex-appeal-nya.
My Week with Marilyn (MWwM) muncul di tahun 2011 dengan pendekatan yang berbeda. Diangkat dari buku karya Colin Clark, pemuda dengan ambisi menjadi bagian dari dunia film yang beruntung bisa dekat dengan Marilyn Monroe ketika syuting film The Prince and The Showgirl di Inggris. Entah apakah yang ia ceritakan di bukunya adalah fakta atau hanya bualannya semata. MWwM seperti Almost Famous atau The Last King of Scotland dimana karakter utamanya sebenarnya adalah orang biasa yang berkesempatan dekat dengan figur terkenal dan keseluruhan film akan menceritakan sosok figur tersebut dari sudut pandangnya. Bedanya, jika keduanya berfokus pada perkembangan karakter utama, bukan karakter figur terkenalnya, maka MWwM justru sebaliknya. Colin seolah mengajak penonton untuk mengenal sosok Marilyn Monroe dari sudut pandangnya, bukan untuk menceritakan tentang bagaimana Marilyn telah merubah hidupnya. Well, mungkin ada sedikit diungkapkan di layar tapi hanya sekilas dan rupa-rupanya penonton pun pada akhirnya tidak akan begitu mempedulikannya.
Bagi saya MWwM akhirnya berhasil memberikan gambaran karakter yang lebih baik dari seorang Marilyn Monroe, bukan sekedar wanita penggoda dengan sex-appeal tinggi. Itulah yang menjadi kekuatan utama film ini. Dengan durasi yang relatif singkat untuk ukuran biografi (sekitar 99 minutes), MWwM berhasil “menelanjangi” kepribadian seorang Marilyn Monroe, baik dari segi kemampuan aktingnya maupun hubungan asmaranya. Tak perlu membeberkan kisah sejak lahir hingga kematiannya, nyatanya “satu minggu” adalah waktu yang cukup untuk menjelaskan kepribadiannya yang terbilang kompleks. Penulis skrip Adrian Hodges dan sutradara Simon Curtis menuturkannya dengan sederhana, elegan, dan tidak bertele-tele.
Namun lantas bukan berarti tanpa kekurangan. Saking sederhananya, mungkin bagi sebagian penonton akan merasa bahwa MWwM lebih cocok sebagai film TV, sama seperti NJM. Wajar, mengingat keduanya, Hodges dan Curtis sebelumnya menangani proyek film TV dan mini-seri, seperti biografi David Copperfield. Bagi saya pribadi sih, tak menjadi masalah. Toh film TV bukan berarti lebih buruk ketimbang film yang diputar di bioskop kan? MWwM masih nyaman dan worth disaksikan baik di TV maupun layar bioskop.
The Casts
Siapa pun yang pernah melihat performance Marilyn Monroe asli dan menyaksikan film ini hampir pasti akan memuji akting Michelle Williams. Siapa sangka aktris yang dulunya saya kenal sebagai Jen di serial Dawson’s Creek (DC) nyatanya menjadi salah satu aktris kaliber Oscar saat ini. Padahal saat itu saya (dan saya yakin banyak penonton setia DC juga) lebih menyukai Katie Holmes sebagai Joey ketimbang Michelle. Selain tampilan fisik (dan juga berkat dandanan tentu saja) yang menurut saya paling mirip Monroe hingga saat ini, Michelle sukses menirukan gesture dan ekspresi wajah yang Monroe banget tanpa terkesan dibuat-buat. Padahal ada tiga “peran” yang harus dilakoninya; kehidupan pribadi Monroe, Monroe sebagai aktris, dan karakte The Showgirl yang diprankan Monroe, dan Michelle berhasil menghidupkan ketiga-tiganya dengan sangat baik. Bisa jadi MMwM adalah pencapaian akting tertinggi dari Michelle so far.
Eddie Redmayne, pemeran tokoh Colin Clark tidak buruk, namun harus diakui beberapa scene yang dilakoninya masih terasa canggung dan kadang tampak menyebalkan. Aktor senior Kenneth Branagh yang memerankan salah satu aktor legendaris, Sir Laurence Olivier, bisa mengimbangi akting apik dari Michelle dengan kharismanya yang kuat. Sama kuatnya dengan kharisma Sir Laurence Olivier sendiri. Begitu pula dengan Julia Ormond yang juga memerankan aktris legendaris Vivien Leigh. Sayang porsinya tak terlalu banyak. Sementara Demme Judi Dench yang porsinya juga tak banyak justru berhasil mencuri perhatian lebih banyak dan lebih loveable. Terakhir, Emma Watson... well she’s just doin’ okay. Porsinya sangat sedikit sehingga mungkin kita tidak akan mempedulikan karakternya jika ia tidak pernah menjadi Hermione di franchise Harry Potter sebelumnya.
Technical
Setting 1950’an yang memiliki ciri khas yang kuat tergambarkan dengan sangat sempurna di layar, terutama lewat setting ruang, properti, dan tentu saja kostum. Just so beautiful, elegant, and alive. Tone warna, score, dan music juga turut menghidupkan suasana era 50’an dengan sangat baik.
Tak ada yang perlu dimasalahkan dengan sinematografi karena ditampilkan dengan sangat pas sesuai dengan kebutuhannya sebagai film drama. Editing pun juga berhasil mempresentasikan hasil akhir yang cukup efektif.
The Essence
Selebriti dengan aura bintang yang luar biasa seperti Marilyn Monroe akan selalu menjadi kontroversial berkat tingkah lakunya di luar layar, salah satunya tentang gonta-ganti pasangan atau kawin-cerai yang sudah menjadi masalah kpaling lasik di dunia selebriti. Memiliki banyak pemuja bukan jaminan kebahagiaan. Seperti yang diungkapkan Monroe di salah satu adegan, mereka awalnya melihat Monroe sebagai dewi yang sempurna, namun ketika mendapatinya tidak sesuai dengan harapan, mereka lantas meninggalkannya. I think it clearly explained why celebrities often change partners or end-up divorcing. Hmmm... benar juga ungkapan yang mengatakan bahwa kecantikan dan ketenaran sesungguhnya adalah kutukan.
Lihat data film ini di IMDB.
Diberdayakan oleh Blogger.