3.5/5
Comedy
Drama
Romance
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review - This Means War

Overview
Semenjak debutnya menangani versi layar lebar Charlie’s Angels, sutradara yang sebelumnya dikenal sebagai sutradara music video, McG, sudah membuat saya jatuh cinta akan bagaimana ia mengarahkan film, terutama sebagai film hiburan yang keren. Tentu saja pengalamannya sebagai sutradara music video mempengaruhi gaya penyutradaraannya yang dinamis, full music, eye-candy, dan editing yang kreatif. Singkatnya, film ringan biasa bisa terlihat asyik lah di tangannya. Sayang, gara-gara skrip ngelantur Terminator Salvation, ia kehilangan “aura”-nya sebagai sutradara yang saya kenal sebelumnya. Kerinduan saya akan karya khas McG akhirnya terjawab melalui film ini.
Saya ingin menggunakan dua kacamata berbeda dalam memberikan penilaian untuk This Means War; sebagai film murni hiburan secara umum, saya berani memberikan empat bintang. Terutama berkat gaya penyutradaraan McG, film ini berhasil menjadi tontonan yang sangat menghibur, kadar komedinya yang lebih dominan berhasil membuat saya terbahak-bahak sepanjang film, terutama berkat dialog-dialog yang kadang kelewat nasty maupun tingkah laku ketiga karakter utamanya (tambah satu lagi, karakter Trish…). Adegan-adegan aksi yang hanya dihadirkan di awal dan akhir film pun pada kadar yang cukup sehingga masih terasa seru dan tidak melelahkan. Walau jujur, porsi plot “tugas agen federal” terkesan terlalu disepelekan dan hanya untuk pemanis saja. But overall dengan “kacamata” ini, sangat menghibur dari awal hingga akhir film. Tidak ada alur yang terasa dipaksakan atau diulur-ulur.
Namun jika kita menikmatinya sebagai “chick flick yang berbobot”, keadaannya sedikit bertolak belakang. Oke lah dari awal hingga pertengahan film kita disuguhkan dialog-dialog yang cerdas dan witty. Adegan-adegan manis pun bertabur, baik dalam hal romance maupun bromance (noun untuk romantisme persahabatan antar-pria). Namun sayang semakin ke belakang dimana karakter wanita harus memilih salah satu dari dua pria yang dikencaninya, saya semakin mengernyitkan dahi, apalagi setelah mengetahui siapa yang akhirnya dipilih oleh Lauren. Pilihan Lauren seolah-olah mengkhianati semua proses kencan yang dilalui antara ia dan dua pria ini. Apalagi jika kita bertolak dari kata-kata mutiara Trish di salah satu adegan yang (seharusnya) menjadi acuan pilihan Lauren. Untung saja skrip menjadikan akhir yang cukup memuaskan dan masuk akal untuk Tuck.
Casts
Nyawa film ini berada di tangan ketiga plus satu karakter utamanya. Sudah lama saya tidak melihat Reese Witherspoon dengan peran ringan dan agak komikal. Mungkin di sini bukanlah akting terbaiknya di film, tapi ia cukup mempesona sebagai the flick’s sweetheart. Saya jadi agak teringat peran Cameron Diaz di Knight and Day, tapi tentu saja dengan pesona Witherspoon sendiri. Yang cukup membuat saya terkejut adalah Tom Hardy yang selama ini saya kenal sebagai aktor serius dan lebih sering berperan dalam film-film aksi berwatak keras, ternyata mampu berakting komikal namun tetap tidak meninggalkan kharismanya sebagai seorang gentleman. Chris Pine cukup baik dalam membawakan karakter player walau ini bukan peran sejenis pertamanya.
Sementara Til Schweiger kurang diberi porsi peran sehingga tidak begitu memberikan kesan bagi penonton. Saya justru tertarik dengan Chelsea Handler yang memerankan karakter Trish, sahabat yang menjadi romance advisor bagi Lauren. Mungkin karena advice-advice yang disampaikannya sepanjang film dan tentu saja tingkahnya yang kadang nasty.
Technical
Editing memiliki peran yang cukup penting di film-film McG. Kesan dinamis dalam film banyak bergantung dari sini dan seperti biasa, the editing was worked very well. Saya mengagumi teknik pergerakan kamera yang secara simultan bergerak mengikuti karakter tanpa cut, namun kamera tetap stabil merekam. Saat adegan FDR dan Tuck menyelidiki rumah Lauren, misalnya. It was dynamic and super-cool!
Namun saya cukup terganggu transisi antar sequence yang fade to black and then fade from black. Entah kenapa editor banyak menggunakan transisi seperti ini. Kesannya seperti sequence-nya belum selesai lantas langsung dipotong dan disambung sequence berikutnya. Seharusnya bisa lebih kreatif dan halus lagi. Come on, this is a McG movie!
Dari divisi visual effect dan sound tidak begitu menonjol. Untuk kategori film action, sound effectnya tergolong standard, kurang menggigit. But masih oke lah karena memang tak banyak adegan aksi yang dieksploitasi di sini.
The Essence
Esensi utama tentu saja ingin mendefinisikan “the right one to pick”. Ada satu quote dari Trish yang cukup meng-konklusi walaupun tidak begitu relevan dengan pilihan akhir Lauren, but I don’t want to spoil it here. Ada juga esensi “bro’s before ho’s”. Namun ada satu hal lagi yang cukup mengganggu pikiran saya dan menurut saya menjadi cerminan keadaan sesungguhnya yang paling menarik dari This Means War.
Saya membayangkan andaikata keadannya berbalik. Bagaimana jika dua wanita yang memperebutkan seorang pria? Pada saat kedua wanita menyadari bahwa sedang mengencani pria yang sama, mereka akan berkomplot untuk memberi si pria pelajaran. Tidak bakalan mereka malah bersaing untuk merebut hati si pria. Di sinilah letak menariknya perbedaan sikap pria dan wanita ketika dihadapkan dengan situasi yang sama. Pria cenderung tertantang untuk berkompetisi, sedangkan wanita cenderung bersekutu melawan lawan jenisnya. Terkesan seksis? Mungkin, tapi secara umum, itulah yang terjadi di mana-mana. Seorang teman pernah berujar, “pria memiliki hak untuk memilih wanita, tapi wanita berkuasa untuk menolak”. Jadi secara umum apakah akhirnya pria yang bertekuk lutut di hadapan wanita, atau sebaliknya? Ah, mungkin saya terlalu jauh memikirkannya. Justru itu kan yang membedakan pria dan wanita dan membuat keduanya saling menarik bukan?
Lihat data film ini di IMDB.