The Jose Movie Review - Underworld Awakening


Overview
Underworld adalah salah satu franchise yang murni dibuat untuk konsumsi layar lebar, tidak seperti franchise akhir-akhir ini yang kalau bukan adaptasi dari komik, novel, ya video game. Ceritanya cukup unik, it’s like Romeo & Juliet antara vampire dan lycan, jauh sebelum ada Twilight Saga. Underwold pulalah yang mengangkat nama Kate Beckinsale sebagai salah satu karakter jagoan cewek yang cukup diperhitungkan di dunia film, sekaligus mempertemukannya dengan suaminya kini, Len Wiseman, sang sutradara sekaligus kreator cerita franchise ini.
Dari segi cerita, sebenarnya sudah jauh dari original story utamanya, yakni tentang hubungan cinta antara dua individu berbeda spesies yang saling bermusuhan. Yang terjadi sekarang adalah seperti extended play dari dasar cerita utama yang sudah ada. Sayangnya, extended play yang ditampilkan di sini bisa dibilang tidak banyak kejadian yang berarti. Layaknya franchise Resident Evil (RE), ibarat sebuah novel, satu bab saja dibuat menjadi satu judul film. Penulis cerita seolah-olah ingin “menghemat” jalan cerita agar bisa terus dijadikan sekuel baru, hingga mungkin penonton sudah tidak lagi minat mengikuti jalan ceritanya lagi.
Well, come on... this is a popcorn movie, what else do you expect other than the action sequences? Yes, that’s right, but if there’s not much event happened in a movie, only a long action sequence, it will be a maximum boring stuffs. Untung saja sampai saat ini Underworld Awakening masih belum sampai pada titik tersebut, walau indikasi-indikasinya sih mengarah ke situ. So I guess the scriptwriter should have made some more improvements in the next movie if they don’t want the franchise to be like Resident Evil Afterlife.
Speaking of Resident Evil, maaf yah jika saya terlalu banyak membandingkan franchise ini dengan RE. Entah kenapa, aura sepanjang film Awakening ini serasa another sequel dari RE. Selene layaknya versi vampire dari Alice (Milla Jovovich). Belum lagi aura “survival” nya yang RE banget. Mana di akhir film pakai ada epilog dengan suara Selene lah... Resident Evil BANGETTT!!! Tidak heran juga sih, studio pembuatnya saja sama, ScreenGems (anak perusahaan Sony Pictures), dan keduanya bukanlah franchise yang begitu besar. Not a big deal for a refreshment, but I think it’s not a good sign when this franchise has faded its uniqueness.
Selain “aura” RE, Awakening pun menghadirkan banyak sekali adegan yang mengigatkan saya dengan berbagai film yang sudah ada sebelumnya. Sebut saja yang paling saya ingat adalah adegan “menghidupkan kembali” ala The Matrix Reloaded atau tampilan mengerikan Eve yang seperti perpaduan tampilan Linda Blair di The Exorcist dan Kirsten Dunst di Interview with a Vampire.
Other than those, Underworld Awakening masih bisa menghibur dengan adegan-adegan aksi akrobatik plus gory khas Selene, tanpa terasa begitu membosankan, tapi juga tidak begitu menegangkan. Cukup keren, tapi easily forgettable.
Casts
Underworld adalah Kate Beckinsale. Ketika ia sudah tidak bermain di franchise ini seperti yang terjadi di Rise of The Lycans, it has lost its charm. Seperti seri-seri sebelumnya, Beckinsale lah nyawa dari film ini. Dari franchise inilah ia mampu membuktikan diri bahwa ia pantas melakukan stunt-stunt berbahaya, termasuk gerakan bertumpu pada tembok sebelum menendang yang entah berapa kali ia tunjukkan di layar. Pencuri perhatian kedua adalah India Eisley, pemeran Eve yang kecil-kecil mengerikan. I wanted to see her in more movies ahead.
Sementara Scott Speedman absen di seri ini, penampilannya hanyalah super-impose dari seri-seri sebelumnya (pemerannya berbeda, hanya wajahnya saja yang dipasang secara digital). Sebagai penggantinya, ada Theo James yang cukup charming dan bisalah menjadi the next leading male character di franchise ini, menggantikan Michael (Scott Speedman). Ada pula Kris Holden-Ried yang mirip-mirip Chris Martin dan Michael Ealy. Selain Beckinsale, cast-cast pendukung lainnya kebanyakan angkat nama dari serial maupun film televisi. Cara yang cukup jitu untuk menghemat budget. Performa mereka not bad lah, sesuai dengan porsi masing-masing.
Technical
Ini adalah film yang menjual adegan-adegan aksi sebagai suguhan utamanya, jadi teknikal spesial efek dan sound menjadi hal yang paling penting. Untuk visual, tidak ada sesuatu yang baru, semuanya sudah pernah kita lihat sebelumnya di film-film lain, baik adegan sadis-sadisan maupun adegan perkelahian biasa. Ada beberapa CGI tampak agak kasar dan terkesan fake tapi tidak banyak, setidaknya CGI yang lain tampak cukup meyakinkan. Sementara sound effect-nya benar-benar dimanfaatkan secara maksimal, baik dari segi deep-bass maupun efek surround-nya. Suara bisikan, dentuman peluru, hingga ledakan terdengar sangat jernih, dan dahsyat.
Saya memilih untuk menyaksikan versi 2Dnya karena banyak yang mengatakan bahwa versi 3Dnya hanya terasa di awal-awal film, sisanya flat. Yah, bisa dimengerti lah secara logika. Keseluruhan franchise Underworld memiliki tone warna yang gelap dan berdasarkan pengalaman saya, efek 3D tidak begitu terasa pada gambar-gambar ber-tone gelap. Jadi saya rasa menyaksikan versi 2D-nya saja tidak begitu membawa perbedaan kenikmatan yang signifikan.
The Essence
Underworld Awakening membawa sebuah tema baru ke franchise : manusia merasa terancam oleh keberadaan lycan dan vampire hingga memburu mereka hingga ke akar-akarnya. Sounds like Resident Evil, hanya saja survivornya bukan manusia, sebaliknya justru para vampire. Aneh sih sebenarnya. Manusia sebagai makhluk yang relatif lebih lemah ketimbang vampire maupun lycan, di saat merasa terancam, mampu melakukan apa saja, termasuk membasmi makhluk-makhluk buas tersebut hingga nyaris punah. Seperti yang pernah menjadi tagline AVP : Whoever wins, we lose. Bahkan di sini ditunjukkan sisi manusia yang lebih dari sekedar melindungi diri dari ancaman; di titik berikutnya manusia berusaha menjadi "ancaman" itu sendiri, layaknya yang dilakukan Dr. Jacob Lane dan putranya, Quint.
Lihat data film ini di IMDB.

Diberdayakan oleh Blogger.