2/5
Action
Blockbuster
Box Office
Franchise
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review - Transformers : The Dark of The Moon

First of all, saya sudah trauma dengan Transformers 2 yang menurut saya degradasi besar-besaran dari yang pertama. Cukup alasan sebenarnya untuk tidak tertarik menyaksikan yang ke-3. Namun Michael Bay dalam sebuah press release mengakui bahwa TF2 merupakan kesalahan besar, bahkan sampai hari H syuting saja tidak ada skrip yang tetap. Dia juga berjanji bahwa seri ke-3 ini akan lebih baik karena skripnya sudah disiapkan dengan baik. Ok, I’d give him another shot. So there I was, watching TF3, with not so big expectation, and I watched it in 3D, so at least I still could enjoy the 3D effect, if the rest was the worst.
Okay, so the 3D effect was good. Kedalaman gambar terasa sekali, walau tidak ada “interaksi” dengan penonton tapi saya cukup puas dengan gambarnya. Hanya itu saja yang bisa saya puji dari film ini. Sisanya… hmmm… saya buat dalam susunan poin yang rapi saja yah biar tidak terlalu membosankan bacanya :
- Yang paling mengganggu sepanjang film menurut saya adalah cara film menyampaikan ceritanya. Bay seperti anak delapan tahun yang asyik sendiri bercerita melalui mainan-mainan action figure dan miniaturnya, tanpa mempedulikan adanya penonton yang harus diceritai. Setiap adegan muncul bertubi-tubi tanpa jelas ada apa sih yang sedang ada di layar. Adegan hancur-hancuran kota, melibatkan robot-robot yang tampak mirip satu sama lain : seperti terakit dari sampah besi-besi tua bekas. Diperparah, adegan-adegannya di-cut lompat-lompat yang semakin mengaburkan kejelasan adegan. Belum lagi…
- Durasinya kepanjangan yang semakin melelahkan saya sebagai penonton yang mencoba untuk menikmati adegan yang tersaji. Serius, Bay… ngapain sih bikin film murni hiburan sepanjang itu? Tidakkah Anda belajar dari seri-seri sebelumnya? Next..!
- Bay sama sekali tidak memiliki sense of emotion sebagai sutradara. Setiap adegan yang muncul, entah kenapa terasa flat, seperti tidak memiliki jiwa. Adegan-adegan aksinya tidak terasa menegangkan. Adegan-adegan dramanya sama sekali tidak mengundang simpatik dari saya. Adegan-adegan penghancuran kota yang seharusnya membuat saya miris, sama sekali tidak menggugah hati saya. Entah itu aktingnya, treatment adegannya, ataupun score-nya. Entahlah, saya sudah malas untuk memikirkannya.
- Dari segi cerita memang terasa lebih “ada” daripada yang ke-2, tetapi tetap saja sangat dangkal dan tidak menarik. Karakter-karakter utama yang menjadi favorit penonton, seperti Optimus Prime dan Bumblebee, seharusnya diberi porsi lebih. Namun yang terjadi di layar, kedua karakternya (maksud saya di sini “karakter” sebagai kata sifat, bukan kata benda) tidak tampak sama sekali. Berbeda dengan kedua seri sebelumnya, yang setidaknya keduanya masih bisa menarik perhatian penonton. Di sini, tidak ada satupun robot yang terasa karakternya, hanya ada penghancuran di sana-sini.
- Penggunaan score menurut saya banyak yang tidak pada tempatnya. Yang paling terasa mengganggu bagi saya adalah saat adegan Carly datang membangunkan Sam di awal film. Saya rasa tidak perlu ada score sama sekali, yang ada di layar justru seperti adegan romantis film-film kelas B. Lalu ada lagi adegan hari pertama Sam bekerja dengan iringan lagu seperti putus cinta. Sangat-sangat mengganggu sekali!!!
- Oke, saya masih memaafkan unsur impossibility adegan, seperti gedung tempat karakter-karakter utama manusia kita bersembunyi saat robot bertentakel meremukkan bagian tengahnya, yang memiliki arsitektur menakjubkan sehingga tidak langsung runtuh ketika “diremas”, atau betapa kuatnya karakter-karakter manusia kita yang walau dibanting ke sana-kemari namun bahkan tidak tampak patah tulang sama sekali. Hebat!!!
- Saya juga memaafkan akting buruk Rosie Huntington Whiteley. Come on guys, ini adalah film pertamanya. Sebelumnya dia juga tidak pernah berakting di depan kamera. Lagipula pantatnya di awal film bagi saya menjadi “landmark” satu-satunya film ini koq. Rosie, I forgive you!
Cukup lah saya men-judge kekurangan-kekurangan film ini. Sekedar informasi, dua logo ViJo yang saya sematkan untuk film ini semata-mata penghargaan saya terhadap production designer dan para animator-nya yang sudah melakukan yang terbaik untuk Michael Bay. Merekalah the only ones yang layak mendapatkan pujian. Sayang, bakat dan hasil luar biasa ini terasa sia-sia sekali. Semoga next time mendapat project yang lebih baik.
Ada yang mencibir saya sok pintar dan menanyai saya, “emang elu bisa bikin film kayak gitu?”? Tidak masalah koq, saya rasa saya bukan satu-satunya orang yang merasakan kekurangan-kekurangan film tersebut. Lagian semua orang sebagai penonton punya hak yang sama untuk menyukai dan tidak menyukai sebuah film, yang penting ada alasan yang jelas, bukan begitu? Susah memang untuk bisa menikmati dan menyukai film ini, kecuali Anda seorang die-hard fan atau referensi pengalaman “film Hollywood dengan special fx spektakuler” Anda tidak banyak.
Akhir kata, just gonna say… Thank God this whole mess has over. No more Transformers from Michael Bay. I still hope there will be another Transformers, entah itu re-boot atau apalah, with much better director, tapi minimal lima tahun ke depan. Saya (dan juga fans Transformers yang kecewa) masih harus menyembuhkan “trauma” ini.
Lihat data film ini di IMDB