3D
4/5
4DX
Action
Adventure
Blockbuster
Box Office
China
Fantasy
Franchise
Hollywood
IMAX
mecha vs kaiju
Monster
Pop-Corn Movie
Robot
SciFi
The Jose Flash Review
Thriller
The Jose Flash Review
The Jose Flash Review
Pacific Rim: Uprising
Meski Hollywood tergolong terdepan dalam hal visual effect, tapi tema mecha (robot) dan kaiju (monster raksasa) agaknya kurang begitu populer di Amerika Utara jika dibandingkan negara-negara Asia, terutama Jepang. Di saat Jepang punya puluhan judul franchise di tema tersebut, Amerika hanya punya Transformers (itupun sebenarnya hasil kerjasama Amerika dan Jepang) yang benar-benar bisa dianggap punya pengaruh besar selama beberapa dekade dan sukses secara komersial. Maka sebenarnya adalah langkah berani ketika Legendary Pictures memberi lampu hijau atas konsep franchise baru yang disusun oleh Travis Beacham dan kemudian diperkuat oleh Guillermo del Toro yang dikenal sebagai master of creature modern untuk menantang kedigdayaan Transformers dengan budget mencapai US$ 190 juta. Pendapatannya di Amerika Utara saja mungkin memang ‘hanya’ US$ 101.8 juta, tapi siapa sangka mampu mencapai US$ 309.2 juta di pasar internasional, termasuk Cina yang menyumbangkan box office terbesar, yaitu mencapai US$ 114.3 juta sendiri. Sebuah kasus langka yang tidak boleh dianggap remeh begitu saja.
Setelah Legendary Pictures mengalihkan kerjasamanya dari Warner Bros. ke Universal Pictures, rencana sekuel yang sudah disiapkan del Toro sejak sebelum film pertamanya dirilis pun butuh waktu tiga tahun untuk mendapatkan lampu hijau. Dengan penghasilan di Cina yang tinggi, Wanda Group pun turut menyumbangkan budget. Sayang del Toro yang awalnya antusias akhirnya melepaskan proyek sekuel ini demi menggarap The Shape of Water dan mempercayakan bangku penyutradaraan kepada Steven S. DeKnight yang mana ini merupakan debut layar lebarnya setelah selama ini lebih sering mengarahkan serial-serial populer seperti Angel, Smallville, Dollhouse, dan Daredevil. Sementara tim penyusun naskah meliputi T.S. Nowlin (The Maze Runner Trilogy dan upcoming, Godzilla vs. Kong), Kira Snyder (Eureka, The Handmaid’s Tale), dan Emily Carmichael. Rinko Kikuchi, Charlie Day, dan Burn Gorman kembali melanjutkan peran. Sementara John Boyega, Scott Eastwood, Jing Tian, Zhang Jin, Mackenyu, Wesley Wong, serta pendatang baru, Cailee Spaeny dan aktris muda asal Ukraina, Ivanna Sakhno.
Sepuluh tahun sudah sejak pertarungan terakhir para robot raksasa jaeger melawan para kaiju yang ternyata dibangkitkan dari celah Pasifik oleh makhluk luar angkasa bernama Precursors. Dunia kembali aman setelah celah Pasifik benar-benar berhasil ditutup. Namun sisa-sisa pertarungan masih ada dan dimanfaatkan oleh para penjarah untuk dijual di pasar gelap. Salah satunya adalah Jake Pentecost yang merupakan putra dari pahlawan perang melawan Kaiju, Stacker Pentecost. Pertemuan tak disengaja dengan seorang gadis muda yang jago merakit jaeger dari onderdil-onderdil bekas, Amara Namani, membuatnya terpaksa berhadapan dengan pihak berwajib. Satu-satunya cara untuk menghindari penjara adalah membantu melatih para kadet muda di Pan-Pacific Defence Corps (PPDC) bersama rivalnya dulu, Nate Lambert.
Eksistensi PPDC ternyata terancam oleh perusahaan dari Cina, Shao Corporation di bawah pimpinan Liwen Shao dan bantuan Dr. Newt Geiszler, yang ingin mengganti peran para pilot jaeger dengan drone untuk meminimalisir korban jiwa. Ketika program drone akan dijalankan tiba-tiba beberapa jaeger dihack dan menyerang para pilot hingga banyak korban tewas berjatuhan. Lebih parah lagi, jaeger-jaeger tersebut membuka celah-celah yang tertutup sehingga membangkitkan para kaiju. Dengan jaeger dan bersama kadet yang tersisa tak banyak, Jake, Nate, dan Dr. Hermann Gottlieb sekali lagi harus menumpas para kaiju, menghentikan Precursors, dan menyelamatkan dunia.
Rendahnya box office film pertama di pasar domestik Amerika Utara agaknya mendapatkan perhatian khusus dari para petinggi untuk membuatnya lebih bisa diterima oleh penonton Amerika Serikat maupun tetap merebut hati penonton internasional. Tak heran ketika kemudian Pacific Rim Uprising (PRU) memilih untuk mengubah treatment dari serba gelap (tak hanya faktor setting yang memang kebanyakan malam hari tapi juga tone film secara keseluruhan sebagai bentuk pembangunan atmosfer) menjadi lebih entertaining sebagaimana fitrah film bertema mecha vs kaiju dibuat, selagi tetap mempertahankan konsep orisinil yang memang sudah punya banyak daya tarik dan mengembangkan plot yang sudah dibangun dengan sangat baik di film pertama.
Tak disangka DeKnight punya talenta yang lebih dari cukup dalam menggarap adegan-adegan aksi yang seru dan mendebarkan. Harus diakui konsep koreografi battle, penggarapan berbagai momentum ‘sudden’ dan ‘almost’ yang impactful bagi penonton, bahkan sinkronisasi penggabungan adegan gerakan para pilot dengan jaeger-nya terasa jauh lebih keren. Tentu juga kerjasama antara camera work Dan Mindel yang tahu betul bagaimana menggerakka kamera sesuai kebutuhan adegan serta editing dinamis Dylan Highsmith dan Zach Staenberg memegang peranan penting dalam upaya pembangunan adegan-adegan aksi tersebut. Semua tertata dalam pencahayaan yang cukup (jauh dibandingkan film pertama) sehingga detail adegan terlihat lebih jelas dan tentu saja pada akhirnya memberikan impact keseruan yang lebih terasa. Iringan musik grandeur dari Lorne Balfe pun memperkuat atmosfer keseruan meski sama sekali tak terdengar signatural. In the end, bukankah itu semua hal utama yang ingin kita saksikan dari film bertema mecha vs kaiju?
Untuk urusan perkembangan plot pun tak ada yang perlu terlalu dipermasalahkan. Konsep putra pahlawan yang terjerembab sebelum akhirnya bangkit kembali memang tergolong generik. Begitu juga value ‘everthing big starts small’ dan pembuktian bahwa tidak selamanya ‘the bigger the better’. Namun nyatanya kesemua konsep ini disusun dengan keseimbangan yang baik, begitu juga konsistensi sebab-akibat yang juga terjaga sepanjang durasi, seiring dengan gelaran adegan-adegan aksi yang disuguhkan. Memang pada akhirnya ada minor scientific logic yang harus dilanggar demi kelancaran konsep-konsep utama, tapi atas nama ‘fantasi’ sebenarnya menurut saya tak menjadi isu yang perlu terlalu dipermasalahkan. Kecuali jika Anda memang tipikal penonton yang gemar mencari-cari kesalahan film ketimbang menikmatinya sebagai sebuah suguhan hiburan.
Penulisan para karakter pun tergolong dibangun dengan cukup jeli, terutama dalam hal menjaga keseimbangan porsi di balik konsep diversity-nya. Baik untuk peran-peran utama seperti antara Jake dan Nate, Geiszler dan Gottlieb, maupun di lini-lini berikutnya seperti Amara dan Vik, Suresh, Ryoichi, dan Marshal Quan. Penampilan para aktor di baliknya pun tak mengecewakan meski belum ada yang benar-benar mampu menjadi karakter ikonik. Baik John Boyega yang sekali ini mencoba sedikit fun dan slengean dengan masih mempertahankan berbagai karakteristik Finn di franchise Star Wars. Scott Eastwood pun masih mampu menunjukkan kharisma yang cukup terlihat meski belum sekuat Charlie Hunnam di film pertamanya.
Pendatang baru Cailee Spaeny terlihat yang paling mencuri perhatian sebagai Amara Namani. Melihat potensinya, saya tak heran jika kelak karir aktingnya terus menanjak seperti, misalnya Chloë Grace Moretz. Charlie Day dan Burn Gorman mendapatkan porsi yang lebih banyak dan menonjol sebagai Dr. Newt Geiszler dan Dr. Hermann Gottlieb dibandingkan film pertama. Pun juga Jing Tian, Adria Arjona, Ivanna Sakhno, dan Mackenyu yang tak kalah menarik perhatian di lini pendukung.
PRU memang menawarkan konsep treatment yang signifikan dari film pertamanya. Bisa jadi jika Anda memuja film pertamanya (terutama simply karena sudah cocok dengan style del Toro), maka akan membenci dan menganggapnya sebagai penurunan drastis. Sebaliknya, jika menurut Anda film pertama biasa saja atau malah sama sekali tidak berkesan, bisa jadi akan sangat menikmati PRU. Resepsinya bisa sangat beragam tergantung selera dan ekspektasi masing-masing. Saya sendiri termasuk golongan yang saya sebutkan terakhir. Malahan, saya secara spontan mengakui sebagai penggemar baru franchise in, bahkan melebihi franchise Transformers. Dengan konsep pengembangan plot yang layak dan penggarapan DeKnight beserta tim yang jauh lebih impactful, ditambah sedikit teaser gambaran arah installment ketiganya kelak, saya sangat antusias menantikan tiap pengembangan frannchise ini.
Lihat data film ini di IMDb.