The Jose Movie Review
Mama


Overview

Apa yang kebanyakan penonton harapkan ketika menonton sebuah film horor? Saya sangat mengerti bahwa yang paling penting adalah bisa membuat penonton merinding, menutup mata, telinga, hingga mungkin juga menjerit-jerit ketakutan. Maka formula film-film horor terus berevolusi demi memuaskan emosi penontonnya. Era 2000-an trend horor dunia seolah menegaskan bahwa film horor yang menyeramkan adalah yang tidak terlalu sering menampakkan sosok hantunya. Cukup sekali saja di penghujung cerita namun dengan tampilan yang mengejutkan. Atau bisa juga bermain-main di atmospheric, misalnya faktor setting lokasi atau sound effect dan score. Apapun itu, setiap penonton punya selera masing-masing yang tidak bisa dijadikan patokan untuk penonton yang lain.

Begitu pula dengan Mama yang bagi saya pribadi sama sekali tidak berhasil membuat bulu kuduk saya berdiri. Entah memang bukan tipe horor saya ataupun karena menonton di bioskop yang kebetulan studionya penuh (ini juga sangat mempengaruhi mood menonton). Sebenarnya tak ada yang salah dengan formula-formula horornya, misal dengan tampilan sosok Mama yang kerap menunjukkan diri terang-terangan dan memang cukup mengerikan. It’s fine dan efek kejutnya pun cukup banyak disebar di banyak adegan. Tetapi bagi saya pribadi ada hal lain yang membuat horor Mama kalah pesona, yakni konsep cerita.

Mama mungkin punya premise yang sangat sederhana dan kelewat klise (termasuk dalam hal formula adegan-adegannya, seperti what will happen next or which will die next). Namun jika Anda mau melihat dan menganalisanya lebih dalam, Mama adalah film horor dengan sisi psikologis yang cukup kompleks, apalagi melibatkan anak-anak di bawah usia 10 tahun. Plot pun dibangun dengan cukup menarik berkat perkembangan karakter-karakter yang natural dan digarap dengan rapi. Semua ini membuat saya sibuk memikirkan aspek psikologis ini ketimbang menikmati sajian horor menakutkan, menegangkan, sekaligus mengejutkan sepanjang film. Aspek psikologis anak-anak seolah menjadi favorit Guillermo del Toro untuk ditempatkan di film-film horor yang diproduserinya, setelah sebelumnya ada Pan’s Labyrinth, The Orphanage, dan Don’t be Afraid of the Dark.

So, bagi Anda yang enggan ikut bersusah-susah berpikir apa yang menjadi beban pikiran saya sepanjang film, tidak ada salahnya mencoba menikmati sajian horor yang disuguhkan Mama. Jangan dengarkan apa kata orang karena mungkin efeknya bisa berbeda bagi Anda. Memang ada banyak yang mengeluhkan “buruk sekali” untuk Mama, namun tak sedikit pula yang berhasil dibuat ketakutan setengah mati olehnya. Bukan soal siapa yang lebih penakut, tetapi terletak pada selera horor semata.

The Casts

Karakter anak-anak di film horor hampir selalu tampil mencengangkan. Di sini ada dua aktor wanita cilik yang tak hanya berhasil tampil mengerikan namun juga membuat penonton (bahkan saya) tersentuh; Megan Charpentier (Victoria) dan tentu saja terutama Isabelle Nélisse (Lilly). Karakter-karakter menarik yang dikembangkan dengan mulus dan sangat baik sekaligus dihidupkan oleh aktris-aktris yang tampil luar biasa. Jessica Chastain yang akhir-akhir ini namanya semakin diperhitungkan pun cukup berhasil memberikan nafas tersendiri dengan tampilan ala rock-chic yang keren.

Yang tak kalah menariknya adalah aktor Javier Botet yang mengisi peran Mama. Yap, ikon makhluk halus di sini bukanlah hasil rekaan digital semata. Kelenturan Botet terutama dalam “melepaskan” sendi-sendi tubuh serta jari jemari yang tumbuh memanjang membuat sosok Mama praktis hanya butuh sentuhan digital untuk efek rambut panjang yang melambai-lambai.

Technical

Setting lokasi dan properti banyak membantu dalam memberikan efek mengerikan, misalnya rumah keluarga, kabin di hutan, dan terowongan. Namun bagi saya unsur creepy yang paling menghantui adalah alunan lullaby yang kerap disenandungkan sosok Mama dan juga diaplikasikan di beberapa score-nya.

Tidak ada yang begitu istimewa namun cukup menarik di divisi visual effect. Tampilan sosok Mama yang banyak dibanding-bandingkan dengan sosok dementor di franchise Harry Potter cukup mengerikan dan sangat nyata.  Aspek visual yang paling mengganggu saya hanyalah peletakan cahaya outdoor yang terlalu terang ketika adegan malam hari sehingga dari dalam jendela terlihat seperti siang hari.

The Essence

Hubungan ibu-anak memiliki ikatan batin dan psikologis begitu kuat yang tidak mudah dilepaskan begitu saja. Tidak hanya saat proses kelahiran, namun justru terjalin lebih kuat saat pengasuhan. Ini adalah sebuah dilema yang cukup kompleks dan berhasil menyita perhatian saya sepanjang film dan Mama memvisualisasikannya dengan begitu menyentuh.

They who will enjoy this the most

  • Penggemar horor yang tak keberatan untuk kerap dikejutkan dan dengan kehadiran sosok makhluk halus yang terang-terangan dan cukup sering
  • Penonton yang menyukai kisah dengan aspek psikologis
  • The moms
 Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.