3.5/5
Action
Drama
Indie
Indonesia
Martial Art
Omnibus
Psychological
Romance
The Jose Movie Review
Thriller
Vintage
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
3SUM
Overview
Biasanya sebuah film omnibus memuat film-film yang mempunyai benang
merah, setidaknya dari segi tema. Misalnya saja KvsK yang bertemakan anti korupsi atau Sanubari Jakarta yang mengangkat kisah-kisah bertemakan LGBT.
Tetapi apa yang ditawarkan oleh tiga sutradara muda ini berbeda. Let’s say you
pay once to get three short movies back to back. Lebih unik lagi, ketiganya
memiliki genre yang berbeda-beda : thriller psikologis, drama romance (dengan
sedikit bumbu komedi), dan action.
Sekedar informasi, 3SUM
merupakan film indie yang disutradarai dan ditulis oleh tiga sutradara
pendatang baru, yakni Andri Cung, William Chandra, dan Witra Asliga. Andri Cung
namanya mulai dikenal lewat film pendek pertamanya, Payung Merah yang memenangkan berbagai penghargaan nasional dan internasional,
dilanjutkan Merindu Mantan dan Buang yang juga dinominasikan di
berbagai festival film nasional dan internasional. Sementara William Chandra
sudah lebih banyak menghasilkan film pendek. Salah satunya yang paling dikenal
adalah Emile, Nemesis, dan Guk!. Ia pun
masuk dalam tim sutradara dari The
Killers yang tengah digarap oleh Mo Brothers (Rumah Dara). Terakhir, Witra Asliga yang selama ini dikenal sebagai
founder movie blog http://databasefilm.blogspot.com dan akun twitter
@film_bioskop, dimana ini merupakan debutnya sebagai penulis naskah sekaligus
sutradara film.
Menonton film pendek, apalagi indie, tentu harus memakai kacamata yang
berbeda dibandingkan menonton film panjang mainstream. Dengan keterbatasan
budget, yang paling penting adalah bagaimana film mampu menyampaikan cerita
dengan efektif dan tetap mampu membekas di benak penonton. Untuk tujuan paling
basic tersebut, 3SUM sudah bisa
dianggap berhasil. Mari kita bedah satu per satu.
Insomnights (thriller
psikologis) yang menjadi pembuka 3SUM
mengajak penonton untuk mengikuti kisah seorang yang mengidap insomnia. Bagi
penggemar film thriller psikologis, tentu endingnya bukan hal yang baru lagi
dan besar kemungkinan Anda bisa menerkanya dengan mudah sejak clue ke-sekian
(yang pasti bukan yang pertama). Namun Witra selaku penulis sekaligus sutradara
dengan rapi membuka clue demi clue secara bertahap dan logis. Sayangnya, sejak
clue ke sekian (tergantung referensi masing-masing penonton) twist sudah dengan
mudah ditebak sehingga menjelang akhir film kehabisan gregetnya. Rangkaian
flashback yang ditampilkan juga terasa agak mengganggu berkat editing yang
kurang mulus. But for a first timer, this has been a great milestone.
Setidaknya alurnya ditulis dan diadegankan dengan baik dan benar. Sisanya masih
bisa berkembang di karya-karya berikutnya bukan?


Overall, 3SUM bisa menjadi
alternatif tontonan yang segar dan enjoyable. Masih belum sempurna memang. Namun
menilik dari kenyataan ini berasal dari sutradara-sutradara pendatang baru,
kita patut bangga dan lega bahwa masa depan mutu perfilman Indonesia masih
cukup cerah. Jadi mengapa tidak ikut mendukung dan menjadi saksi kelahiran
generasi terbaru dari perfilman Indonesia?
The Casts
Winky Wiryawan bisa dibilang menjadi one man show di Insomnights. Sayang ia membawakan
karakter Morty agak terlalu berlebihan atau boleh dibilang terlalu teatrikal.
Alih-alih membuat penonton ikut merasakan ketakutan yang sama, justru tidak
memberikan efek apa-apa buat penonton. Tetapi efeknya relatif sih, tergantung
ketahanan masing-masing penonton juga, but it didn’t work on me. Sementara kehadiran
Gesata Stella memang tak terlalu banyak namun bermain cukup baik sesuai
porsinya.
Rawa Kucing punya jajaran
cast yang paling cemerlang, tak hanya dari pengisi karakter-karakter utama
seperti Aline Adita dan Natalius Chendana, tetapi juga cameo yang meliputi
Novita Savitri (Afung), Judy Francesca (Asiu), Ronny P. Tjandra (bos Jive!
Entertainment, mengisi peran Koh Abong), dan tak ketinggalan Royana (Ci Leni).
Catatan khusus untuk pendatang baru Natalius Chendana, grand finalis Be Our
Cover Men’s Health 2012 berhasil mengisi karakter Welly, gigolo bisu-tuli yang
pemalu dengan sempurna.
Pasangan Dimas Agroebie (2nd runner up L-Men of the Year
2009) dan Hannah Al Rashid (Modus
Anomali) di Impromptu tampil
keren dan meyakinkan dalam menunjukkan aksi bela diri menumpas gerombolan
polisi korup. Jika benar-benar diangkat menjadi film panjang, dengan mudah
mereka menjadi icon action Indonesia generasi ini.
Technical
Teknis seringkali kurang maksimal pada film-film indie, namun nyatanya
tidak untuk 3 SUM. Memang tak sebaik film-film mainstream namun secara keseluruhan masih di atas rata-rata dan
sangat layak untuk ukuran film bioskop.
Insomnights mungkin lemah di
editing yang masih terasa kasar di beberapa bagian, tetapi permainan tone
color, tata kamera, dan score berhasil menghadirkan suasana kelam sepanjang
film.
Selain teknis yang sudah saya sampaikan di bagian sebelumnya, Rawa Kucing juga didukung tone color
vintage yang indah dan theme song Berakhir
Denganmu by A.J. Valen yang semanis filmnya.
Terakhir, Impromptu
menyajikan production value ala Hollywood dengan keren. Tampilan visual effect
gore, sinematografi, sampai score techno terangkai dengan sangat baik,
mendukung nuansa filmnya yang dark dan glamour. Yang paling mengganggu mungkin
hanya sound effect perkelahian yang tedengar kurang nyata.
The Essence
Tagline life, love, and death
memang terwakili dalam film meski urutannya di layar berkebalikan. Insomnights mewakili death, dimana
kematian adalah proses yang harus dialami oleh semua yang hidup. Rawa Kucing menunjukkan cinta yang tulus
dan tak perlu alasan tertentu. Impromptu
menggambarkan chain dalam kehidupan dimana seseorang bisa saja menjadi korban kejahatan
dari oknum yang sebenarnya berada pada pihak yang sama.
They who will enjoy this the most
- Penonton yang menginginkan tontonan yang unik dan segar
- Penikmat thriller psikologis
- Penikmat kisah romance
- Penikmat kick-ass action