The Jose Movie Review
Madagascar 3 : Europe's Most Wanted

Overview

DreamWorks Animation (DWA) bisa dibilang sebagai salah satu studio animasi yang paling kuat dalam melahirkan franchise-franchise baru. Setelah menutup franchise tersuksesnya, Shrek, DWA memilih untuk move on dengan franchise-franchise lainnya, seperti Kungfu Panda, Madagascar, dan How to Train Your Dragon. Tahun 2012 ini DWA memilih untuk merilis sekuel kedua dari petualangan Alex dan kawan-kawan setelah tahun lalu menjadi milik Po dan The Furious Five-nya.
Secara pribadi, saya berpendapat Madagascar memang layak menjadi franchise besar karena materinya yang bisa dikembangkan seluas-luasnya dan tentu saja menarik terutama dari segi desain karakter. Sekuel terakhir, Madagascar Escape 2 Africa, walaupun premise-nya tidak jauh berbeda dengan seri pertamanya, namun masih sangat berhasil dalam hal menghibur penonton (terutama penonton anak-anak yang menjadi target utama). Di installment terbarunya, saya menyambut baik pengembangan cerita yang dilakukan cukup drastis. Contoh baik dari pengembangan cerita yang bisa dilakukan sebuah franchise.
Film dibuka dengan adegan aksi chaotic ber-pace cepat, sama seperti yang dilakukan DWA di Kungfu Panda 2 tahun lalu. Jujur, saya tidak begitu menikmati dan menyukai adegan yang disajikan seperti ini, yang mana dilakukan sepanjang film Kungfu Panda 2 tahun lalu. Saking banyaknya adegan yang memberikan efek “lucu instan dan sejenak” namun pada dosis yang terlalu banyak bisa menyebabkan kebosanan dan pada akhirnya tidak memberikan kesan apa-apa, akan terlupakan begitu saja dalam waktu singkat. Untungnya adegan pembuka yang menggunakan formula ini tidak berlangsung lama.
Begitu memasuki fase berikutnya, dimana genk Alex bertemu genk sirkus Eropa, film berubah menjadi lebih berwarna. Pace menurun tapi justru di sinilah pace terbaik untuk dinikmati dalam bercerita, baik untuk penonton anak-anak maupun dewasa. Humor-humor baik yang slapstick maupun cerdas disebar di sana-sini untuk memeriahkan plot. Banyak yang berhasil walau ada pula beberapa yang biasa saja.
Dibandingkan dua seri sebelumnya, installment kali ini menyajikan lebih banyak adegan mustahil (kayaknya lebih tepat jika saya menyebut tingkat kemustahilannya paling tinggi). But, come on... this is an animation movie. Seperti kata Alex, “people love it because it's impossible”. Just let our childhood naiveness cheers a little. Kisah cinta antar-species seperti layaknya Donkey-Dragon di Shrek kembali dihadirkan di sini dengan kadar yang sama sweetnya dan tak kalah kocaknya. Walaupun film ditutup kembali dengan adegan aksi chaotic, namun setidaknya masih lebih enak untuk diikuti dan tidak berlebihan.
Seperti biasa di tiap installment pasti diperkenalkan karakter-karakter baru. Di sini ada cukup banyak karakter baru yang cukup menarik, seperti misalnya Vitaly, Gia, Stefano, dan tentu saja Sonya. Namun saya kurang begitu terkesan terutama dengan tampilan desain karakter-karakter barunya. Entah dengan penonton yang lain, saya merasa sejak Kungfu Panda 2 tahun lalu DWA mengalami penurunan dalam hal desain tampilan karakter-karakter barunya. Hampir semua karakter-karakter barunya seperti desain-desain generik yang sering diciptakan peserta lomba desain karakter. Kurang begitu ikonik. Lihat saja Vitaly yang mirip karakter harimau Kelloggs, atau Gia yang mengingatkan karakter Tigress di Kungfu Panda. Untung saja masih ada karakter villain, Captain Chantel DuBois yang paling berhasil menjadi karakter mengesankan dengan aneka keunikannya, seperti perpaduan Edith Piaf dan Cruella DeVil. Sayang, kemungkinan kemunculannya kembali di seri-seri berikutnya jauh lebih kecil dibandingkan karakter gerombolan sirkus yang ada.
Overall, walaupun tidak begitu memorable untuk jangka waktu yang lama (kecuali tentu saja senandung Afro Circus-nya Marty), Madagascar Europe's Most Wanted masih menjadi film animasi paling menghibur dan ceria dengan plot yang digarap dengan cukup baik tahun 2012 so far. Sayang rasanya jika melewatkan sajian yang satu ini di musim liburan kali ini.

Casts

Tidak perlu mengomentari pengisi suara karakter-karakter lamanya yang masih konsisten menjalankan tugas masing-masing. Di lini karakter-karakter baru, tentu DuBois menjadi yang paling menarik, terutama berkat aksen Perancisnya yang remarkable dan meyakinkan. Bravo untuk Frances McDormand (masih ingat pemeran karakter Secretary of Defense bertas Birkin di Transformers : Revenge of The Fallen?). Jessica Chastain yang dua tahun belakangan ini namanya sedang naik daun juga mencuri perhatian berkat aksen Spanyol ala Penélope Cruz lewat karakter Gia.

Technical

Salah satu kekuatan yang membuat installment ini very loveable adalah penggunaan warna-warni ceria untuk menghias layar, terutama ketika adegan-adegan circus performance-nya yang sangat memanjakan mata. Penonton pun dapat dengan mudah memaafkan kemustahilan adegan demi adegan yang ada.
Score dan music yang mengiringi worked very well in order to cheer the movie up. That's what we always love from these kinds of entertaining movie, isn't it?
Jika Anda mempertimbangkan, versi 3D-nya adalah pilihan yang tepat. Impressive 3D effects, baik dalam hal pop-out gimmick maupun depth of field. It's a lot of fun and worth every extra pennies you've spent.

The Essence

Home. Tema yang diusung franchise Madagascar sejak installment pertamanya. Alex yang di installment kedua memutuskan Afrika sebagai rumahnya, kali ini merindukan New York, kota tempat ia dibesarkan dan dipuja-puja pengunjung Kebun Binatang. Apa sih makna “rumah” sebenarnya bagi kita?
Some of us mungkin akan menjawab keluarga, tempat tinggal orang-orang yang kita cintai dan juga mencintai kita. “Rumah” juga bisa jadi tempat asal kita sejak awal, tempat kita lahir dan atau dibesarkan. Namun installment ketiga ini menawarkan pilihan “rumah” yang lain : lingkungan tempat kita merasa nyaman berada di dalamnya. Alex mungkin merindukan New York. Marty mungkin merasa bersalah telah mengajak teman-temannya dalam aneka petualangan berbahaya ke Madagascar, Afrika, hingga Eropa. Namun tak satu pun dari mereka ada yang menyesal telah meninggalkan New York karena melalui petualangan itulah mereka semua menemukan “rumah” mereka. “Rumah” ada di mana-mana selama kita merasa nyaman berada di dalamnya dan kita dianggap “seseorang” bagi “rumah” kita.
Lihat data film ini di IMDB.


Diberdayakan oleh Blogger.