The Jose Movie Review - Marvel's The Avengers


Overview
Ide yang cukup baik sebenarnya untuk menggabungkan berbagai karakter komik superhero ke dalam satu layar setelah mentok dengan ide apa lagi yang bisa dikembangkan dari cerita superheroe yang tampil secara single-fighter. Setidaknya secara komersial, film gabungan tersebut bisa menyatukan semua fanboy dari masing-masing karakter. Sehingga tidak perlu diprediksi pun, penghasilan ratusan juta dolar dalam hitungan hari sudah hampir pasti di depan mata.

Saya menikmati film-film superhero, terutama dari Marvel yang cukup bervariasi dan lebih “berwarna-warni” baik dari segi tampilan hingga latar belakang. Tak ada satu pun film keluaran Marvel Studios yang saya lewatkan. Tapi jujur setelah menyaksikan hasil Thor dan Captain America tahun lalu, saya tidak begitu antusias menantikan The Avengers ini. Namun dengan hype yang begitu luar biasa dan review positif yang diberikan oleh reviewer-reviewer terpercaya, saya pun sedikit menaikkan ekspektasi yang awalnya biasa-biasa saja. Ternyata hasilnya pun tak beda jauh dengan prediksi saya selama ini. 
 
The Avengers tak lebih dari sekedar film eye-candy yang hanya memanjakan mata dengan visualisasi-visualisasinya yang bagus dijadikan wallpaper komputer. Penggemar salah satu karakter superhero pun harus puas dengan peran yang tak sebanyak film “solo karir”-nya. Saya mengerti mustahil untuk membagi peran dengan adil dengan begitu banyaknya karakter. Toh kalau mau perkembangan karakter masing-masing yah nonton film “solo karir”-nya saja. Tapi agaknya di sini tidak ada karakter yang mampu meninggalkan kesan bagi fans masing-masing
 
Selain itu juga, tak ada satupun momen yang memiliki emosi, entah itu ketegangan, ketakutan, kekhawatiran, rasa iba, maupun keseruan menyaksikan adegan-adegan aksinya. IronMan 2 saja masih memiliki adegan-adegan aksi yang lebih seru dan menegangkan. Kalau menurut saya, sutradara terlalu fokus untuk menunjukkan betapa kerennya kekuatan super yang dimiliki karakter-karakternya dan betapa mudah dikalahkan serta tidak begitu penting kehadiran karakter-karakter villainnya. Tidak banyak effort yang perlu dilakukan oleh pahlawan-pahlawan super di layar untuk mengalahkan prajurit musuh. Satu-satunya kendala adalah jumlah pasukan. Singkatnya, para villain yang ada dapat dengan mudah dikalahkan, termasuk otaknya, Loki yang sudah sangat annoying bagi saya sejak kemunculannya di Thor. Looked cool, but to me it’s just felt plain.

Untungnya, humor-humor yang diselipkan di sana-sini berhasil menyegarkan suasana. Thanks to Tony Stark yang berhasil mengolok-olok anggota timnya sehingga menghadirkan kelucuan dan kekonyolan sepanjang film. In matter of fact, humor-humor tersebut justru yang menjadi penyelamat sehingga durasi yang dua setengah jam tersebut menjadi enjoyable tanpa terasa draggy.

Terlalu berlebihan jika ada yang mengatakan The Avengers sebagai the best superhero movies ever karena dilihat dari berbagai aspek sekalipun, masih banyak film-film superhero sebelumnya yang lebih unggul. Misalnya Batman-nya Nolan, IronMan, bahkan Hulk yang lebih kuat dari segi penokohan atau Spider-Man yang adegan-adegan aksinya seru dan menegangkan.

Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa The Avengers adalah lompatan karya dari sutradara Joss Whedon yang karya layar lebar sebelumnya hanya Serenity yang tergolong underrated movie. Tidak, Joss masih belum pada tahap itu karena ia masih belum berhasil menjalin ikatan emosi dengan penonton melalui adegan-adegan yang dihasilkannya. Keberhasilan film ini lebih kepada image superhero-superhero yang ada, bukan karena tangan dingginnya.

The Casts
Lemahnya perkembangan karakter-karakter yang ada menyebabkan aktor-aktor utamanya tampil di sini hanya karena mereka memerankan karakter yang sama di film “solo karir”-nya. Bukan salah aktornya, tapi memang porsi peran yang diberikan tak sebaik film satuannya. Well okay, Robert Downey Jr., Chris Evans, Chris Hemsworth, Samuel L. Jackson, dan Scarlett Johansson tampil just like their each previous movie, no improvement at all.

Mark Ruffalo, yang tergolong pemeran baru di universe Marvel juga tak begitu memberikan banyak arti untuk karakter Hulk/Bruce Banner. Saya masih berpendapat Eric Bana adalah pemeran paling pas untuk karater ini. Kalaupun di sini karakter Hulk cukup memorable berkat “jasa”-nya, itu karena karakter CGI-nya, bukan akting Ruffalo. Skrip tidak memberikan cukup ruang baginya untuk menunjukkan kemampuan akting.

Technical
Film jenis ini tak perlu diragukan lagi dari segi visualisasi, special effect, dan sound effectnya. Sudah seharusnya disuguhkan secara maksimal, dan The Avengers cukup berhasil. Walau surround sound effect-nya tak begitu banyak dimanfaatkan di awal hingga pertengahan film, namun cukup terbayarkan di adegan pamungkas di Manhattan yang sangat all-out di semua elemen teknis.

Score yang digubah oleh Alan Silvestri tak banyak membantu mengiringi adegan-adegan yang ada. Ada atau tidaknya score tidak begitu terasakan bagi saya. Sepertinya masih sangat jauh deh jika mengharapkan score yang terasa signature bagi franchise ini. Alan was one of the maestros in movie scoring, but I have to say that The Avengers will not be one of his remarkable works.

The Essence
Dengan ego dan pride masing-masing (terutama Tony Stark alias IronMan), hampir mustahil untuk menyatukan superhero-superhero ini menjadi satu tim yang solid. Penyebab utamanya adalah masing-masih merasa dirinya tahu apa yang harus dilakukan, tidak perlu orang lain untuk menjadi leadernya. Lihat betapa tidak senangnya Stark diperintah oleh Rogers dan sebaliknya, Rogers pun tak suka dengan gaya Stark yang cenderung arogan dan sombong.

Seperti yang diungkapkan oleh karakter Phil Coulson, yang mereka (dan juga orang-orang lain) butuhkan adalah mengesampingkan ego dan pride masing-masing demi mencapai tujuan bersama. Itulah sifat yang dimiliki oleh true hero. Sayang gaungnya kurang begitu kuat terasa sepanjang film.

Academy Awards 2013 Nominees for :

  • Best Achievement in Visual Effects

Lihat data film ini di IMDB.

Diberdayakan oleh Blogger.