
Arisan! yang dibuat oleh Nia Dinata 8 tahun lalu merupakan sebuah landmark buat perfilman Indonesia. Pertama, film ini dengan berani dan jujur mengangkat fenomena kaum sosialita metropolis. Kedua, tak banyak film yang berhasil menghadirkan chemistry yang begitu kuat antara pemerannya, seperti persahabatan yang terjalin antara pemeran-pemeran utama Arisan!.
Setelah juga hadir dalam format serial, kini Nia melanjutkan cerita persahabatan antara Meimei, Andien, Lita, Sakti, dan Nino. Anda boleh menganggapnya sebagai sekuel karena memang masih bercerita tentang kehidupan masing-masing karakter yang sudah ada. Juga, Anda boleh menganggapnya sebagai reuni dimana kita sebagai penonton seperti menjadi bagian dalam lingkaran persahabatan mereka.
Di sini Nia tampak tak perlu bercerita banyak tentang problematika tiap karakter utamanya. Praktis, sebenarnya hanya Meimei lah yang menjadi fokus di sini. This was her Eat, Pray, Love, versi dia pribadi. Ada sih sedikit membahas tentang hubungan Sakti dan Nino ataupun antara Lita, mantan TTM-nya, dan anak semata wayangnya, Talu. Namun porsi cerita mereka tidak begitu diberikan ruang. Yah bisa dimengerti lah, bakal jadi sepanjang apa filmnya kalau juga diberi porsi yang kurang lebih sama. Yang ada malah membosankan deh. Secara keseluruhan, walau tak banyak cerita yang disampaikan, tetap enak diikuti hingga akhir film. Sama sekali tidak membosankan. Kalau menurut saya sih ini karena faktor kedekatan kita sebagai penonton dengan karakter-karakter utama yang ada. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, seolah-olah penonton seperti bagian dari persahabatan mereka. That’s a very good treatment!
Tapi yang pasti tidak berubah dari seri pertamanya adalah guyonan-guyonan yang menyindir kehidupan kaum sosialita negeri ini, lengkap dengan fenomena-fenomenanya, seperti bedah plastik, social network, hingga new-age. Tak ketinggalan pula gugatan-gugatan sosial-politik mulai gorengan plastik, politikus yang dengan agenda klisenya tentang dunia film : mengangkat budaya bangsa yang bermoral (dari kacamatanya sendiri), maraknya demonstrasi massa yang tidak jelas tujuannya, fake family to cover homosexuality, hingga hubungan antara Sarah Sechan dan Shanty yang sempat memanas. Semua diselipkan ke dalam cerita secara cerdas, menarik, dan menggelitik.
Dari departemen aktingnya tidak perlu diragukan lagi. Bisa dibilang tidak ada sama sekali aktor yang canggung membawakan perannya di sini, termasuk yang sekedar menjadi cameo. Cut Mini sangat berhasil sekali membawakan karakter yang mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Sementara dari jajaran karakter baru, yang paling menonjol tentu saja Rio Dewanto yang mungkin bisa jadi sebuah titik balik karir aktingnya, sama seperti ketika Barry Prima memerankan karakter transgender di Realita Cinta dan Rock n’ Roll. Saya tidak heran jika tahun depan wajahnya semakin mendominasi layar perfilman Indonesia. Sarah Sechan cukup hits dalam memberi warna tersendiri bagi keseluruhan film. Sementara Edward Gunawan, seorang sineas pendatang baru yang baru saja memenangkan penghargaan lewat film pendek Payung Merah, tak kalah mencuri perhatian sebagai the healer yang membantu Meimei secara spiritual. Tidak ketinggalan, Adinia Wirasti yang walau perannya tidak banyak namun cukup meninggalakan kesan yang dalam sebagai Molly, bartendis bar reggae. Intinya, kemunculan karakter-karakter baru justru membuat cerita Arisan! menjadi semakin berwarna dan menarik.
Desain produksi patut mendapat apresiasi lebih, mulai dari desain set, kostum, dan fotografi tampak sangat indah. Jelas sekali terlihat dari sisi teknis, Arisan! 2 jauh lebih dipersiapkan dengan baik dan matang daripada yang pertama. Jika pemerintah Indonesia menginginkan film yang mengangkat keindahan panorama alam Indonesia, Arisan! 2 has it. Pantai yang belum banyak menjadi destinasi pariwisata di negeri ini : Kepulauan Gili Trawangan, Lombok! Selain pesona alamnya, Nia juga mengeksplor keindahan budaya Indonesia berupa upacara perayaan Waisak di Borobudur. Ini bisa menjadi sebuah statement dari Nia bahwa budaya Indonesia itu banyak dan beragam, tidak hanya yang terus-terusan diekspos media kita atas nama “mayoritas”. Serius, saya menjadi semakin bangga menjadi bagian dari budaya Indonesia.
Tak ketinggalan, saya mengapresiasi desain opening title dan credit title-nya. Opening title-nya yang menyatu dengan arus air dan terkadang dilewati ikan-ikan, berkelas banget! Begitu juga dengan editing credit title-nya yang memberikan kesan seperti film Eropa. Editing juga berhasil ketika menghadirkan extreme close up ke beberapa organ tubuh karakternya, seperti mata dan tangan, yang memberikan kesan akting yang lebih dalam melalui gesture. Jarang nih ada yang menggunakan teknik ini. Lucky Kuswandi yang pernah jadi sutradara Madame X ternyata punya talenta editing yang juara juga.
Trio Aghi Narottama, Bemby Gusti, dan Ramondo Gascaro sekali lagi membuktikan diri sebagai music director yang jagoan dalam membangun mood film melalui score. Semua gubahannya berhasil menyatu dengan adegan-adegan yang ada, terlebih ketika adegan video Meimei untuk sahabatnya.
Menurut saya, Arisan! 2 bisa jadi sebuah refleksi tentang kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana kita memaknai hidup dan spiritualitas kita. It’s deeper and has a lot more messages to tell to the audience than the first one. Kalaupun ada bagian-bagian yang kurang berkenan dengan “stadard moral” kita, well, itulah realitanya yang terjadi di masyarakat. Mungkin hanya kita saja yang begitu nyaman hidup dalam kemunafikan sehingga enggan untuk mau mengerti kedaan orang lain. And finally after all, this was probably the best Indonesia movie this year, both in technical and essential. Feel good with the gank and for yourself!
Kunjungi official site film ini.