Seobok
[서복]
Paradoks Keabadian,
Mengusik Pemaknaan
Hidup dan Mati
Sudah tak terhitung banyaknya film-film, terutama produksi Hollywood yang mengangkat obsesi umat manusia dalam mencapai keabadian. Mulai dari yang konsepnya tradisional dengan ramuan seperti komedi gelap Death Becomes Her, drama fantasi The Fountain, dan The Age of Adaline, hingga berteknologi mutakhir seperti kloning, penciptaan intelijensia artifisial, dan sejenisnya lewat A.I.: Artificial Intelligence, The Sixth Day, dan The Island.
Korea Selatan sebagai salah satu industri sinema Asia yang patut diperhitungkan di peta sinema dunia pun tak mau kalah mengangkat tema filosofis ini. Adalah Seobok yang disutradarai Lee Yong-ju, asisten sutradara Memories of Murder yang juga akhirnya menangani sendiri film-film box office seperti Possessed dan Architecture 101. Dari naskah yang juga ditulis oleh Yong-ju sendiri, Seobok [서복] termasuk berbudget fantastis, yaitu KRW 16.5 miliar atau sekitar USD 14.2 juta. Dibintangi oleh Gong Yoo (Coffee Prince, Silenced, Train to Busan), Park Bo-gum (Reply 1988, Record of Youth), dan Jang Young-nam (A Werewolf Boy, Hello Ghost), Seobok awalnya direncanakan rilis Desember 2020 tapi kemudian diundur hingga 15 April 2021. Beruntung bagi penonton Indonesia bisa menyaksikannya di bioskop di hari yang sama, bahkan lebih dulu lewat tayangan sneak preview di sejumlah bioskop.
Min Ge-heon (Gong Yoo), seorang mantan agen intelejensia yang umurnya diprediksi tidak lama lagi, ditugaskan untuk mengawal Seo Bok (Bo-gum), spesimen buatan pertama yang berhasil dikembangkan dari klon sel batang manusia yang secara genetik sudah sepenuhnya direkayasa, ke sebuah lokasi rahasia. Seo Bok menjadi incaran, bahkan pihak asing tak dikenal, setelah sang insinyur tewas dalam sebuah serangan terorisme. Dengan dijanjikan akan menjadi orang pertama yang dicoba menerima manfaat dari pengembangan Seo Bok, yang konon adalah kunci dari kesembuhan segala penyakit, bahkan keabadian, Ge-heon menyanggupi tugas ini. Seiring dengan kebersamaan yang membuat keduanya saling belajar tentang hakekat kehidupan dan kematian, motivasi Ge-heon melindungi Seo Bok tak lagi sekadar keuntungan pribadinya. Apalagi setelah mengetahui latar belakang dan asal-usul penciptaan Seo Bok.
Sebagaimana film-film fiksi ilmiah tentang intelijensia buatan dengan membahas obsesi umat manusia akan hidup abadi, Seobok yang dari trailer-nya sempat saya khawatirkan jatuhnya akan lebih ke drama daripada action-thriller, memang masih mengusung filosofi serupa tentang hakekat kehidupan dan kematian manusia. Namun rupanya Seobok memberi kejutan-kejutan lebih yang tidak saya duga dan berhasil meyakinkan saya untuk memberikan nilai lebih untuknya dibandingkan film-film fiksi ilmiah sejenis, buatan Hollywood sekali pun.
Dengan berani dan cerdasnya, Yong-ju menyampaikan gagasannya bahwa keabadian manusia adalah sebuah paradoks. Pada satu titik keabadian justru menjadi kepunahan umat manusia sendiri. Jika Anda penasaran, kok bisa, maka Anda harus menyaksikan sendiri film Seobok karena Yong-ju menyampaikan argumen-nya dengan cukup jelas dan logis. Dengan detail pula Yong-ju menyusun perkembangan karakter baik Ge-heon maupun Seo Bok sehingga penonton dapat dengan mudah memahami, bahkan berempati terhadap kondisi keduanya. Ini lah yang membuat sisi drama Seobok sangat berhasil mengikat emosi penonton. Bahkan bukan tak mungkin akan beresonansi untuk jangka waktu yang lama.
Kepiawaian Yong-ju dalam menggarap adegan-adegan aksi yang fantastis sekaligus mencekam turut menjadikan Seobok sajian action thriller yang seru dan jauh dari kesan membosankan meski sebenarnya mengusung filosofi yang cukup berat dan mendalam. Beberapa tergolong brutal, tapi tanpa terkesan eksploitatif. Sosok Seo Bok sendiri mengingatkan saya akan Jean Grey dari waralaba X-Men dan karakter titular dari Morgan (2016). Sekuat, semencekam, dan se-berbahaya itu, tapi sekaligus juga mampu memikat empati penonton terhadap sosoknya di saat yang bersamaan. Tentu saja penampilan meyakinkan dari Park Bo-gum yang mampu menyeimbangkan dua kebutuhan yang sebenarnya bertolak belakang tersebut dengan sangat baik dan kuat, ditambah chemistry antara Gong Yoo dan Bo-gum yang tak kalah kuatnya tanpa harus memberikan kesan yang 'salah sasaran'.
Dukungan teknis, terutama efek visual yang mumpuni, sinematografi, editing, dan skor musik pun membuat Seobok sajian sinematik utuh yang sangat kaya, baik secara audio-visual, emosi, sekaligus filosofi yang bagi sebagian penonton mungkin akan berbuntut panjang, baik overthinking tentang hakekat hidup dan mati, maupun yang akan semakin menghargai hidup dan menikmati setiap detiknya, baik suka maupun duka. Bukankah sebuah suka tidak akan terasa jika kita tidak pernah merasakan duka pula?
Lihat data film ini di IMDb dan AsianWiki.