The Jose Flash Review
Avengers: Infinity War

Perjalanan delapan belas judul film Marvel Cinematic Universe (MCU) selama 10 tahun terakhir akhirnya sampai pada satu titik yang dilabeli sebagai akhir dari fase ketiga. Avengers: Infinity War (AIW) yang menyatukan dua puluh karakter superhero ke dalam satu layar ini dinobatkan sebagai crossover paling ambisius sepanjang sejarah perfilman. Dengan bangunan konsep besar yang perlahan terkuak dari film ke film, penobatan ini sama sekali tidak berlebihan. Penonton dan terutama para fans setia tentu sangat menantikan grand desain seperti apa yang sesungguhnya di balik delapan belas film yang sudah menghibur dan mengundang decak kagum dengan berbagai variasi karakteristik masing-masing. Tak heran jika AIW menjadi film yang paling diantisipasi di tahun 2018 ini, bahkan belum sampai hari pertama perilisan saja sudah memecahkan rekor sold-out untuk ribuan pertunjukan di seluruh dunia. Masa depan franchise pun sangat bergantung pada satu film ini, baik faktor semua keputusan yang diambil untuk ditampilkan di film ini maupun angka penghasilannya kelak. 

Menyambung langsung dari ending Thor: Ragnarok, Thanos semakin getol melakukan perburuan batu abadi (infinity stone). Setelah mendapatkan Batu Luar Angkasa atau Tesseract, ia dan anak buahnya, Cull Obsidian, Ebony Maw, Proxima Midnight, dan Corvus Glaive, segera turun ke bumi untuk memburu batu-batu abadi lainnya. Batu Waktu yang berada di tangan Doctor Strange, Batu Realita yang dimiliki Sang Kolektor di Planet Knowhere, Batu Pikiran yang tertanam di kepala Vision, dan Batu Jiwa yang masih menjadi misteri. Tentu saja tim Avengers yang terpecah belah paska Perang Sipil harus mengesampingkan ego masing-masing demi menyelamatkan alam semesta yang terancam musnah jika Thanos sampai berhasil mengumpulkan ke semua batu abadi. Tim Captain America yang menjadi buronan semenjak Perang Sipil memilih untuk meminta bantuan Wakanda yang tersembunyi dari dunia luar. Sementara itu tim Guardians of the Galaxy pun turun tangan ketika menyelamatkan Thor yang terombang-ambing di angkasa. Apalagi Gamora yang notabene adalah putri tiri Thanos ternyata menyimpan rahasia yang bisa punya pengaruh terhadap niatan Thanos. Meski beramai-ramai, misi ini sama sekali tak mudah. Kekuatan Thanos dengan batu-batu abadi yang sudah berada di genggamannya jelas jauh lebih unggul daripada mereka semua. Perang akbar pun sudah di depan mata.
Klimaks tentang Thanos yang menjadi fokus utama AIW sebenarnya sudah terbaca lewat film-film MCU sebelumnya. Konsep tersebut saja sudah menjadi daya tarik utama, dimana para superhero ini bersatu untuk menghadapi Thanos. Rupanya ia masih punya banyak hal yang ditawarkan di installment ini. Mulai dari pemanfaatan keseluruh karakter superhero yang bahu-membahu bersama tim masing-masing yang sangat merata, bahkan dengan cara yang brilian dan tentu saja, seru luar biasa secara aksi, hingga pengungkapan emosi terdalam dari beberapa karakter sentral selama ini, terutama pada karakter Thor, Gamora, dan Thanos sendiri. Tak ketinggalan transformasi karakter menjadi sosok yang sama sekali berbeda dari yang kita lihat selama ini, seperti yang terasa jelas pada Tony Stark dan Star Lord. 
Selain itu, tentu saja menjawab pertanyaan yang kerap dilontarkan sejak awal, siapa (saja) yang dimatikan. Tanpa bermaksud spoiler, ya, AIW memegang rekor mematikan paling banyak karakter sepanjang sejarah MCU. Fakta yang memang sudah disampaikan oleh pihak studio sejak pertama kali promosi ini harus diakui menjadi salah satu daya tarik AIW. Sejak adegan awal penonton sudah dibuat khawatir akan nasib para superhero yang muncul dalam adegan karena siapa saja punya peluang yang sama besar untuk dimatikan. Emosi penonton pun terus-menerus ‘dipermainkan’ hingga akhir film yang membuat para penggemar (dan mungkin juga penonton umum) merasakan kesesakan di dalam dada hingga terdiam bak sedang benar-benar berbelasungkawa ketika titel kredit mulai bergulir. Ia tahu betul potensi itu dan memanfaatkannya untuk menggiring emosi penonton lebih dalam lewat gubahan musik Alan Silvestri yang megah sekaligus menghanyutkan emosi. 
Karakter Thanos pun menurut saya layak dinobatkan sebagai salah satu vilain terbaik di ranah keseluruhan tema superhero. Ia tak melulu ditampilkan sebagai sosok hitam (bukan secara literal, karena fisiknya justru berwarna ungu) atau sekedar punya sisi manusiawi (yang mana ditampilkan dengan sangat baik oleh Josh Brolin), tapi juga tujuan utama yang harus saya akui, realistis dalam mencapai keseimbangan di alam semesta. Dilematis antara berbagai kubu yang mungkin dari luar terkesan sederhana tapi sebenarnya punya kompleksitas yang cukup tinggi. Namun di balik konsep yang serba serius di berbagai elemen, AIW masih tak melupakan selipan humor, terutama yang bereferensi pada budaya pop (mulai The Beatles, Aliens, Spongebob Squarepants, Flash Gordon, Flashdance, hingga karakter restoran waralaba McDonald’s), celetukan-celetukan khas para karakter, dan beberapa humor fisik yang bisa dipahami oleh penonton yang lebih luas. Mungkin tak segokil Thor: Ragnarok atau film-film Guardians of the Galaxy, tapi lebih dari cukup untuk menyeimbangkan berbagai konsep seriusnya menjadi sajian yang tetap menghibur.
Teknis terlihat mampu memvisualisasikan berbagai desain besarnya secara maksimal, terutama sinergi antara sinematografi Trent Opaloch dan editing Jeffrey Ford serta Matthew Schmidt yang membangun banyak adegan aksi epik dengan tingkat intensitas dan energi yang dinamis, memanfaatkan berbagai karakter sekaligus tanpa terkesan kacau untuk diikuti penonton. Format 3D pun terlihat memukau di berbagai kesempatan meski tone warna-nya secara keseluruhan tergolong agak kusam. Kedalaman ruang mungkin tak luar biasa, tapi masih terlihat jelas. Begitu juga efek pop-out yang beberapa kali mendukung ‘tipuan gambar’ yang dihadirkan untuk memberikan efek kejut kepada penonton. 
Secara keseluruhan AIW memang layak dinobatkan sebagai crossover paling ambisius sekaligus installment terpenting dari keseluruhan MCU yang ada. Namun tentu saja Anda harus menonton kedelapan-belas film pendahulu untuk mendapatkan impact (terutama character investment) yang maksimal ketika menyaksikannya. Ada banyak adegan epik yang memanfaatkan secara maksimal keseluruhan karakter, engungkapan emosi terdalam dan transformasi karakter yang belum pernah ditampilkan sebelumnya, serta selipan humor dengan porsi yang pas, apa lagi yang Anda butuhkan untuk mengakui kedigdayaan grand design MCU yang membuat para kompetior tertinggal semakin jauh?
Lihat data film ini di IMDb.

91st Academy Awards nominees for:

  • Best Achievement in Visual Effects - Dan DeLeeuw, Kelly Port, Russell Earl, and Daniel Sudick 
Diberdayakan oleh Blogger.