3.5/5
Based on a True Event
Based on Book
Drama
Family
Indonesia
Musical
Psychological
Teen
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
The Jose Movie Review
12 Menit: Kemenangan untuk Selamanya
Overview
Tak banyak film yang mengangkat
dunia marching band, bahkan Hollywood sekalipun. Hanya ada satu judul yang
mampu saya ingat dengan baik, yaitu Drumline,
yang dengan pendekatan cerita yang mirip Bring
It On dan penampilan lagu-lagu populer dengan aransemen ala marching band,
sangat berhasil menghibur saya. Sebenaranya tipikal film seperti ini memiliki
cerita yang standard; sebuah tim (apapun itu, baik musik, tari, atau olahraga)
sedang mempersiapkan diri untuk kompetisi besar, halangan silih berganti di
antara para personelnya hingga mengancam perpecahan di dalam tim. Standard,
namun jika dibidik dengan pendekatan yang beda, digali dalam, dan dieksekusi
dengan baik, tetap saja bisa mengambil hati penonton dengan mudah. Ditambah
penampilan final yang keren dan membuat penonton turut bersorak, film tipikal
seperti ini sudah bisa dikatakan berhasil.
Tema dan formula serupa turut
dianut oleh 12 Menit (12M) yang
digarap oleh sutradara yang cukup punya nama di jagad perfilman nasional
terutama berkat Heart, Virgin: Ketika Keperawanan Dipertanyakan
dan Mirror, Hanny R. Saputra.
Mendengar nama ini di bangku sutradara, tentu sedikit memancing ketertarikan
saya untuk menyaksikannya. Betul saja, 12M adalah sajian tipikal yang luckily
digarap dengan sangat baik dan pendekatan cerita yang unik dan terfokus. Ada
satu benang merah yang mendasari keseluruhan konflik besar yang dialami oleh
tiap karakter utamanya: Rene, Tara, Elaine, dan Lahang. Ketiganya bergulat
sendiri-sendiri hingga dipersatukan dalam satu tujuan yang sama. Secara
keseluruhan, skrip yang ditulis oleh Oka Aurora tertata dengan rapi, runtut,
dan enak diikuti. Meski memilih menggunakan pendekatan drama ketimbang komedi
ceria sebagai genre, 12M masih berhasil menjadi sajian yang menarik dan
menghibur.
Namun bukan berarti tanpa
kelemahan sama sekali. Ada satu kekurangan kecil yang cukup mengganggu alur
cerita, terutama di bagian awal. Ia masuk dengan kurang smooth, sehingga
penonton tiba-tiba disodorkan berbagai problematika para karakter utamanya.
Namun seiring dengan durasi, alur semakin enak dan mudah diikuti hingga akhir
film. Karakter Rene yang terasa kurang digali sedalam Tara, Elaine, dan Lahang,
sebenarnya masih bisa dimaklumi. Namun cerita akan terasa lebih utuh dan
menarik jika karakter ini juga digali lebih daripada yang tampak di layar.
Dengan dukungan teknis yang serba
mumpuni (lebih lengkap, baca di segmen Technical),
12M adalah sajian yang sangat menghibur sekaligus menggugah penontonnya melalui
pergulatan karakter-karakter utamanya.
The Casts
12M didukung oleh aktor-aktris
yang secara umum berhasil menghidupkan cerita, baik yang berasal dari kubu
papan atas dengan pengalaman mumpuni maupun pendatang baru. Mengisi peran
utama, Titi Rajobintang sekali lagi mengeluarkan segala kemampuannya dalam
menghidupkan karakter Rene. Sedikit tipikal karakter yang pernah diperankan
Titi sebelumnya, seperti di Rayya: Cahaya
di Atas Cahaya, namun dengan pembawaan yang jauh lebih natural dan jauh
dari kesan meledak-ledak. Sementara di deretan pendatang baru namun diberi
peran yang cukup banyak, Amanda Sutanto sebagai Elaine, Hudri sebagai Lahang,
dan Arum Sekarwangi sebagai Tara, bisa dikatakan cukup berhasil menghidupkan
peran masing-masing. Mungkin Hudri yang terkadang di beberapa adegan masih
terkesan berlebihan dan dibuat-buat, tetapi di kebanyakan adegan berhasil
mencuri hati.
Di deretan pemeran pendukung yang
diisi nama-nama terkenal, terutama Olga Lidya, Nobuyuki Suzuki, Niniek L.
Karim, dan spesialis pendukung, Verdi Solaiman semuanya memberikan performa
maksimal yang tetap berkesan di layar meski masing-masing memiliki porsi peran
yang tak banyak.
Technical
Sebuah tim marching band
melibatkan banyak sekali pemain. Konon menurut yang disebutkan dalam cerita,
ada 120 lebih pemain. Itulah sebabnya tata kamera memegang peranan penting
dalam merekam semangat keseluruhan tim, baik secara close up maupun wide secara
keseluruhan. Beruntung 12M punya sinematografer terbaik negeri ini, Yadi
Sugandi, untuk mengabadikan tiap momen dengan shot dan emosi yang pas, hidup,
dan mampu merangkum kebutuhan cerita secara sinematik.
12M juga diedit dengan stepat
momen dan dinamis sehingga mampu membawakan emosi cerita dan karakter dengan
pas.
Film yang mengangkat tema musik
harus menjadikan penataan suara dan musik sebagai salah satu elemen yang
krusial dan mendapat perhatian lebih. Tata musik dari Wong Aksan yang
mengaransemen ulang berbagai lagu termasuk hits-hits milik Dewa menjadi satu
kesatuan aransemen marching band yang super keren, ditambah tata suara yang
seimbang antara musik, dialog, dan sound effect, menjadikan penampilan marching
band yang ada di layar terasa hidup. Layer masing-masing suara instrumen musik
terdengar jelas dengan renyah sekaligus berpadu dengan indah.
The Essence
Ada banyak hal yang bisa
menghalangi kita untuk melakukan apa yang bisa membuat kita bahagia dan penting
bagi kita. Terutama ketika masa-masa sekolah dimana orang tua (terutama di
budaya Timur) merasa lebih berhak dan lebih tahu apa yang terbaik bagi anaknya.
Faktor psikologis dan keadaan yang tidak mendukung juga bisa menjadi
penghalang. Yang terpenting adalah bagaimana dengan adanya halangan-halangan
tersebut, kita akhirnya tahu persis apa yang dicintai dan penting bagi demi
masa depan, serta menjalankannya 100 persen.
They who will enjoy this the most
- General audience who needs a spirit booster
- General audiences who seeks for light entertainment
- Music enthusiast, especially in marching band