Gulabo Sitabo
Relevansi
Sandiwara Boneka Klasik
Lintas Gender dan Isu

Nama Ayushmann Khurrana sebagai salah satu aktor Bollywood paling bersinar saat ini kian menjulang sejak tampil berturut-turut sejak tahun 2018 lewat Andhadhun, Badhaai ho, Article 15, Dream Girl, Bala, dan yang baru tayang awal tahun ini, Shubh Mangal Zyada Saavdhan. 
Daftar filmografinya di tahun ini bertambah lewat Gulabo Sitabo bersama sang legenda, Amitabh Bachchan, yang sayangnya urung tayang secara teatrikal karena pandemi COVID-19 dan langsung menyambangi layanan streaming online Amazon Prime.

Judul Gulabo Sitabo diinspirasi dari kisah sandiwara boneka klasik sejak era '50-an asal tanah Uttar Pradesh tentang dua wanita bernama Gulabo dan Sitabo yang memperebutkan satu orang pria yang tak pernah ditampilkan; suami Sitabo sekaligus kekasih Gulabo. Keduanya digambarkan sebagai selalu berseteru lewat adu mulut yang menggelitik, terutama tentang masalah rumah tangga, sebagai media untuk menyindir isu-isu sosial saat itu, seperti pernikahan di bawah umur dan ketidak-adilan terhadap kaum wanita lewat adat mahar pernikahan.

Dalam film, sosok Gulabo dan Sitabo dimanifestasikan dalam karakter Mirza (Amitabh Bachchan), pria tua yang menyewakan ruang-ruang dalam 'kastil tua' warisan dari keluarga sang istri, dan salah satu penyewa sejak lama, Baankey Rastogi (Ayushmann Khurrana).
Penggunaan analogi sosok Gulabo Sitabo menjadi pertanyaan sekaligus daya tarik tersendiri karena harus diakui implementasinya agak terlampau jauh, selain sekedar relevansi perseteruan dua individu yang sama-sama merasa memiliki suatu hal yang sama.


Mirza kerap sebal dengan kelakuan salah satu penyewa kamar yang merasa salah satu paling lama tinggal di kastil tuanya, Baankey beserta adik-adiknya. Baankey sering menunggak bayar sewa dengan alasan usahanya sedang mengalami kesulitan padahal gaya hidup sehari-harinya justru menggambarkan situasi yang bertolak belakang. Hendak mengusir, Baankey selalu punya cara untuk tetap bertahan, termasuk berani membawa ke ranah hukum dengan dalih sebagai penyewa terlama di situ sehingga merasa ikut punya hak milik kastil tersebut. Mirza sendiri tak bisa bertindak semena-mena karena ternyata surat kepemilikan kastil tua tersebut masih berada di tangan istrinya yang sedang sakit keras.
Berbagai cara akal-akalan dilakukan Mirza agar kepemilikan kastil tersebut segera berpindah ke tangannya. Mencium gelagat tersebut, Baankey menghasut penyewa lainnya untuk menuntut balik Mirza.

Keadaan bertambah runyam dengan kedatangan petugas departemen arkeologi pemerintahan yang mengincar kastil tua tersebut untuk dijadikan cagar budaya.
Upaya Mirza maupun Baankey awalnya sama-sama berniat memanfaatkan kesempatan ini untuk memuluskan ambisi masing-masing tapi pada akhirnya justru sama-sama terancam olehnya.


Dari sutradara Shoojit Sircar dan penulis naskah Juhi Chaturvedi yang sebelumnya pernah bekerja sama lewat judul-judul sukses seperti Vicky DonorMadras CafePiku, dan October, Gulabo Sitabo jelas menambah daya tarik sebagai sajian satir yang menggelitik dan berkualitas.
Hasilnya, memang benar ia berhasil menjadi sebuah satir yang menyindir berbagai isu sosial, terutama keserakahan pihak yang sebenarnya sama-sama tidak punya hak terhadap sesuatu dan pola pikir penyewa yang merasa ikut punya hak milik simply karena merasa sudah lama turut berkontribusi membayar uang sewa (memangnya pembayaran uang sewa bisa dianggap sebagai pembayaran pembelian properti yang dicicil? LOL). Cukup menohok, cukup menggelitik pula meski belum mampu menekan potensi-potensi komedinya menjadi sajian pengocok perut secara maksimal. Sajian komedinya sekedar bertumpu pada tek-tok dialog adu argumen, tidak sampai memanfaatkan aspek lainnya, seperti momentum-momentum atau persona karakter yang nyeleneh, misalnya, yang sebenarnya potensial untuk menjadikan keseluruhan film jauh lebih menggelitik sebagai komedi tanpa kehilangan relevansi tema yang sudah terbangun baik.

Tentu tek-tok adu argumen (banter) yang berhasil tak lepas dari chemistry antara pihak-pihak terkait. Beruntung Gulabo Sitabo memasangkan Amitabh dan Ayushmann yang memang punya cukup kualitas untuk memaksimalkan potensi tersebut.


Penampilan Srishti Shrivastava (OK Jaanu dan Gully Boy) sebagai Guddo yang cerdas dan Farrukh Jaffar (Swades, Sultan, Secret Superstar) sebagai Fatima, istri Mirza yang berusia 94 tahun, cukup mencuri perhatian selain karena penulisan karakteristik yang memang menarik, juga karena sama-sama dibawakan dengan mengesankan.

Secara keseluruhan, Gulabo Sitabo memang menarik lewat analogi yang digambarkan lewat judul, isu-isu yang disentil lewat suguhan satirnya, tapi sayangnya hanya sampai di situ saja.
Pendeknya, secara bangunan konsep, ia memang terbangun baik, tapi sebagai secara keseluruhan masih belum cukup 'dihias' menjadi sajian yang lebih eksepsional, apalagi istimewa.
Tak banyak peristiwa atau dialog yang bisa diingat untuk jangka waktu yang lebih lama setelah selesai menyelesaikannya.


Well, setidaknya ia masih menarik sebagai tontonan yang cukup berbobot sekaligus ringan saat bersantai. Nikmati saja sajian sepanjang 124 menit tanpa ekspektasi berlebih.
Anda masih bisa dengan mudah menikmatinya kok.



Gulabo Sitabo bisa ditonton secara online lewat Amazon Prime.
Lihat data film ini di IMDb.
Diberdayakan oleh Blogger.